JAKARTA, BERITAKOTA. COM – Direktur Eksekutif ParaSyndicate Ari Nurcahyo melihat manuver politik Partai Golkar menjelang Pemilu Presiden 2024 terkesan statis. Bahkan, tidak menunjukkan manuvernya sebagai partai suara ketiga terbesar dengan perolehan 12,31 %, dengan jumlah 17.229.789 pemilih.
“Pada Pemilu 2019 bertengger suara 3 besar, tapi agak aneh melihat eksistensi Partai Golkar. Pada Pemilu 2019, perolehan persentase nomor 3, tapi perolehan 85 kursi. Semetara, Gerindra dengan perolehan 12,57 jumlah perolehan 17. 594.839 suara tapi memperoleh 75 kursi,” kata Ari Nurcahyo dalam diskusi ParaSyndicatw bertajuk “Ganjar dan Prabowo Mencari Cawapres: Golkar The Game Changer?, Jakarta, Jumat (22/09/2023).
Hadir sebagai pembicara Direktur Eksekutif Algoritma Research & Colsulting, dan Direktur Lingkar Madani/Lima Indonesia Ray Rangkuti. Diskusi dimoderatori peneliti PARA Syndicate Lutfia Harizuandini.
Lebih lanjut, Ari Nurcahyo mengutarakan, dengan perolehan suara Partai Golkar di posisi tiga besar memiliki ke istimewaan. Namun, disayangkan tidak menggunakan haknya sebagai partai besar.
“Jika Golkar bermanuver bukan tidak mungkin akan lahir empat Poros. Untuk Pilpres ini, tidak lajim Golkar di bawah Ketua Umum Airlangga Hartarto lebih memilih pasif. Bukan ciri khas Golkar,”ujar Ari.
Diakui, Partai Golkar tidak pernah di luar pemerintahan. Akan tetapi, sebagai partai pemenang pemilu di era Orde Baru partai berwarna khas kuning itu tidak bisa dianggap sebelah mata.
Diakui, Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) baru bergabung mendukung Prabowo Subianto dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Di tengah perjalanan PKB, lanjut Ari, hengkang dan berlabuh dalam Koalisi Indonesia Perubahan (KIP) mengusung Muhaimin Iskandar sebagai Cawapres mendampingi Capres Anies Rasyid Baswedan.
“Golkar kayaknya duduk manis, dan sampai saat ini KIB belum dinyatakan bubar,” tukas Ari.
Ari mengatakan, dengan suara Partai Golkar terbesar nomor tiga akan memiliki nilai tawar sebagai cawapres Prabowo. Namun, sampai saat ini Golkar tidak menunjukkan tawaran posisi dalam KIB.
Menurut Ari, mestinya partai besutan Airlangga itu bermanuver seperti PKB yang selalu menawarkan posisi cawapres.
Hal senada, Ray Rangkuti mengatakan, untuk Pilpres 2024 ini tidak terlihat manuver partai penguasa Orde Baru itu. Menurutnya, partai berlambang beringin itu tidak lincah.
“Golkar ini seperti tidak berdaya. Sepertinya, Golkar terombang-ambing atau memang pilihan sikap mereka. Airlangga tidak Capres agak mengherankan,”tukas Ray.
Aditya Perdana mengemukakan, hasil survei Golkar dalam Pemilu 2024 meraih 8 persen perolehan suara nasional. Karena itu, Golkar penuh pertimbangan dalam manuver dan mengambil keputusan.
“Mungkin alasan Golkar tidak agresif karena penuh pertimbangan, ketumnya (Airlangga-red) tidak ada nilai jual. Golkar saking cerdasnya diam, lebih mengambil jabatan menteri, status quo,”tukasnya.
Selain itu, lanjut Aditya, posisi Luhut Binsar Panjaitan (LBP) juga di Partai Golkar cukup kuat, sehingga menjadi pertimbangan bagi Partai Golkar untuk melakukan manuver. “Sisi lain LBP juga perpanjangan tangan Partai Golkar, sehingga berpikir untuk melakukan manuver,”ujarnya. (Ralian)
267 total views