PALANGKARAYA, BERITAKOTA.COM – Politik Negara dan Bangsa tidak bisa mengabaikan nilai-nilai ideologi Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dalam merebut kekuasaan tidak untuk kepentingan pribadi atau kelompok, akan tetapi melayani untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Ketua Dewan Pembina Pusat Kajian Politik dan Keamanan (Puspolkam) Indonesia Firman Jaya Daeli menegaskan, dalam mewujudkan kesejahteraan hanya bisa dilakukan bila membumikan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen.
“Pembukaan UUD 1945 maka sesuai dengan alinea keempat muwujudkan masyarakat adil dan makmur, karena itu politik bernegara dalam rangka kekuasaan untuk melayani rakyat, bukan kepentingan primodial, akan tetapi dalam konteks meritokrasi,”ucap Firman, dalam pembicara kunci (keynote speaker), dalam diskusi yang digelar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Palangka Raya bertajuk, “Jalan Politik, Hukum Dan Kebudayaan Menuju Kalteng Berkeadilan”, Aula Rahan, Rektorat LT.2 Universitas Palangka Raya, Kalteng, Rabu (18/9/2024).
Anggota DPR RI periode 1999-2024 itu mengemukakan, pasangan calon kepala daerah (Cakada) dalam memenangkan Pilkada bukan hanya hanya pasangan elektoral semata, akan tetapi pasangan berdasarkan ideologi.
Hadir sebagai narasumber lainnya, yakni Budayawan J.J Kusni, Pengamat Politik Universitas Palangkaraya Dr.Jhon Retei A.s., M.Si, dan Kaprodi Hukum Keluarga Universitas Muhammadiyah Palangka Raya Dr. Ariyadi, MH.
Serta, penanggap Rektor Institut Ilmu Teologi Agama Hindu Kalteng Nurcahyo. Dimoderatori Direktur Borneo Institute Yanedi Jagau.
Lebih lanjut, Firman mengatakan, sistem politik berbangsa tidak bisa mengabaikan konstitusi. “Di dalam parlemen harus ada chek and balances, yakni perbandingan 45:55, bila koalisi 80 persen dalam kekuasaan maka tidak akan terwujud chek and balances,”imbuh Ketua Bidang DPP PDIP periode 2004-2009 ini.
Menurut Firman, berpolitik harus berkebudayaan supaya tidak liar. “Juga harus ada media pers yang bebas sebagai salah satu pilar demokrasi,” tambah Firman.
Indonesia sebagai negara hukum, lanjut Firman, maka dibutuhkan supremasi dan kepastian hukum yang berkeadilan. Bukan hukum dijadikan instrumen alat kekuasaan.
“Kalau tidak ada batasan kekuasaan presiden maka bukanlah negara hukum, dan tidak terjadi regenerasi kepemimpinan,”tandasnya.
Firman juga mengingatkan, agar masyarakat dalam memilih kepala daerah dalam Pilkada bukan terindikasi korupsi, dan pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Menempatkan politik untuk kepentingan rakyat, dan bukan karena kepentingan kapital,”tandas Firman.
Sementara itu, Budayawan J.J Kusni menuturkan, politik era Soekarno berbeda dengan politik sekarang ini yang lebih menekankan politik dinasti.
“Zaman Soekarno berbeda dengan politik sekarang ini. Partai politik sekarang ini diserahkan kepada anaknya, dan politik sekarang ini tidak ada ideologi, hanya mengejar kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya,”ujar Kusni. (Ralian)