Utama  

Ketua KPU Dipecat, Pengamat Pemilu Optimistis Pilkada Serentak Tetap Berjalan

Loading

JAKARTA, BERITAKOTA.COM – Pelaksanaan Pilkada serentak yang akan digelar pada November mendatang diyakini tidak akan terganggu, meski Ketua KPU Hasyim Asy’ari dipecat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.

Pasalnya proses pelaksaan Pemilu dan pemilihan kepala daerah tidak tergantung pada sosok individu atau seorang komisionir KPU. Lancar tidaknya sebuah pemilu kepala daerah, lebih kepada kerjasama seluruh penyelenggara dan keberadaan lembaganya. Terlebih jumlah komisioner KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah hingga kini masih utuh.

Selain itu, hambatan pikada serentak tidak akan terjadi bla tidak ada pihak pihak yang menggannggu atau melakukan “intervensi” terhadap proses pelaksanaan Pilkada tersebut.

Demikian benang merah yang diungkapkan Arief Budiman, Ketua KPU 2017-2022 dan Ramdansyah, Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi serta mantan Ketua Panwaslu DKI Jakarta, saat dialog interaktif Selisik Pilkada Serentak 2024 dengan tema
“Ketua KPU Dipecat, Bagai Nasib Pilkada Serentak 2024?” di radio Elshinta.

Menurut Arief Budiman, ada sejumlah alasan mendasar mengapa pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy’ari tidak akan memengaruhi atau mengganggu jalannya Pilkada serentak 2024.

Pertama, jelas Arief, penyelenggara pemilu dan pemilihan kepala daerah itu tidak bergantung pada keberadaan personal orang-orang di KPU.

“Mau komisionernya, ketua, anggota, sekjennya tidak. Tetapi digantungkan kepada lembaganya. Dan lembaga itu sudah dibangun dengan sistem dan mekanisme yang baik. Sehingga Pilkada serentak 2024 ini akan pasti terlaksana,” jelas Arief.
Kemudian, lanjut Arief, bila dilihat jumlag komisioner di KPU masih memenuhi kuorum.

“Kalau mereka mau rapat, mau mengambil keputusan, mau membuat kebijakan itu masih bisa. Mereka rapat pleno, kuorumnya terpenuhi langsung bikin keputusan,”Arief menerangkan.

Kemudian yang kedua jelas Arief, jumlah komisioner KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, penyelenggara pemilihan kepala daerah juga masih lengkap.
“Penyelenggaraan pemilu dari sisi personel dinyatakan siap, tidak terganggu,” jelas Arief.

Ditegaskan, proses pelaksanaan Pilkada serentak akan terganggu jika personilnya tdak lengkap. Selanjutnya regulasinya, apakah seluruh kebutuhan regulasi untuk pemilihan kepala daerah itu sudah siap belum. “Saya tentu berharap tidak ada kejadian seperti pemilu 2024 yang lalu. Dimana regulasinya itu baru dibuat menjelang pelaksanaan pemilunya sendiri. Ada peraturan KPU dan itu penting sekali itu tentang Pemungutan dan Penghitungan suara kalau nggak salah, baru disahkan pada bulan Desember. Padahal pemilunya bulan Februari,” tutur Arief.

Bahkan, urai Arief, Peraturan KPU tentang rekapitulasi baru dibuat 12 Februari padahal pemungutan suara 14 Februari. “Kita tinggal cek regulasinya sudah siap semua nggak untuk pilkada. Kalau regulasi sudah siap berarti sudah dua faktor terpenuhi. SDM dan regulasi,” Arief menegaskan.

Faktor lain yang tak kalah penting adalah anggarannya. Apakah seluruh kebutuhan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah itu sudah bisa dipenuhi apa tidak.

“Ini kita harus nanya ke masing-masing provinsi atau kabupaten kota, karena anggarannya bukan dari APBN tapi dari APBD. Dan juga faktor lainnya terkait tahapan, seperti logistik surat suara dan sebagainya,” terangnya.

Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi Ramdansyah mengatakan bahwa Pemecatan Ketua KPU oleh DKPP oleh sebagian pihak dinilai sebagai kasus yang sudah selesai. Padahal, kata dia, harus menunggu keputusan presiden. “Tetapi apakah ini (dipecatnya Hasyim Asy’ari) akan kemudian membuat pilkada tetap berlanjut saya sepakat dengan pak Arief,” jelas Ramdansyah.

Analoginya, dalam satu jiwa, satu Ramdansyah satu tubuh. Atau KPU itu ada dua bagian yang tidak terpisahkan, satu adalah badan fisik yang menyangkut orangnya, personil segala macam. Tapi ada satu lagi yakni jiwanya, nyawanya.

“Ketika kita bicara pemilu, bicara pilkada ‘nyawanya’ itu kemudian yang harus kelihatan. Maka mari kita melihat apakah penyelenggaraan pemilu ini benar benar bisa menjalankan pemilu dengan benar sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku,” urai Ramdansyah.

Dalam konteks ini maka nyawa itulah yang harus dlihat sehingga masyarakat bisa menilai KPU itu seperti apa?
“Bahwa kemudian pak Hasyim diberhentikan saya yakin bahwa keputusan kolektif kolegial itu masih tetap berjalan yang kedua peraturan KPU sekarang lebih baik dibanding sebelumnya,” kata mantan Ketua Panwaslu DKI Jakarta ini.

Tetapi, kata dia yang perlu jadi perhatian bersama adalah ‘intervensi’ seperti putusan MA yang membatalkan Peraturan KPU terhadap Undang-undang pemilu, jelang Pilkada 2024.

“Jadi menarik ketika sudah komplit (personel dan regulasi) tetapi kemudian tetap digelentoti dengan suatu hal yang menurut saya putusan MA yang seharusnya tidak mengganggu proses berjalannya pilkada . Kalau memang usia, batasan usia, ketika dilantik yah sudah pakai saja untuk pilkada 2029 berikutnya bukan sekarang,” ujar Ramdansyah.

“Nah ini kan gangguan seperti ini kan pilkadanya menjadi terhambat yah,” sambungnya.

Namun kalau jiwanya baik, eksistensinya terjaga, esensinya juga baik, maka pilkada serentak akan berjalan baik dan tidak ada persoalan.

“Kalau misalkan tadi diselesaikan antara eksistensi KPU ada, esensinya juga bagus ada kesalahan katakanlah kemarin ada pak Hasyim, ini menjadi pelajaran buat penyelenggara lainnya bahwa yang namanya pemangku kepentingan, penyelenggara tidak bisa sewenang-wenang bahwa ada moral etik yang harus dijaga, itu penting. Itu contoh. Sehingga kepercayaan publik kepada KPU bisa kita dapatkan kembali,” ujar penyandang beberapa gelar master ini.

Lelaki yang suka teater ini mengingatkan komisioner KPU untuk tidak bergaya hidup bermewah-mewah. Ia mencontohkan saat awal-awal penyelenggara pemilu, pada awal-awal reformasi.

“Kalau pemilu sebelumnya, mereka yang menjabat ini sudah selesai dengan dirinya sendiri. Tetapi hari ini, kita lihat ini jobseeker (pencari) kerja makin banyak. Maksud saya ada nggak tataran idealis bahwa sudah selesai dengan dirinya,” tegasnya.

Karena jika belum selesai akan berbahaya sekali. Sebab ketika dia menjadi penyelenggara pada saat bersamaan ada juga yang mendaftarkan menjadi caleg. “Ini menurut saya yang muncul adalah memperkuat fenomena yang muncul, jobseeker. Sehingga kemudian idealisme itu ditaruh di belakang,” terang Ramdansyah.

Padahal seharusnya berbarengan. Dia bukan jobseeker, Dia mengedepankan pekerjaan, sekaligus ada idealisme disana.

“Menurut saya yang harus kemudian timsel harus memperhatikan ini. Bahwa mereka tidak hanya berdasarkan umur, tidak juga hanya berdasarkan rekomendasi katakanlah yang namanya ormas. Tapi juga idealisme itu tentang moral, etik seperti itu harus kemudian dikedepankan,” katanya.

Dengan demikian, ketika kemudian menjadi penyelenggara, segalanya tidak untuk mencari uang. “Tetapi sekiranya kita dapat penyelenggara yang terbaik dengan kemudian mengedepankan idealisme maka saya yakin Pilkada nanti akan berjalan dengan baik,” tandas Ramdansyah. (Agus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *