Ancam Stabilitas Bangsa Jelang Tahun Politik, Waspada Konflik SARA dan Politik Identitas

Loading

Surakarta, BK – Kelompok radikal sejak dulu selalu menginginkan bangsa ini penuh dengan konflik dan kekacauan. Konflik SARA dan politik identitas di tengah masyarakat majemuk, tentu sangat menguntungkan kelompok radikal. Pasalnya, momentum ini akan dimanfaatkan oleh mereka (kelompok radikal) untuk menghancurkan persatuan.

Dosen Pasca Sarjana bidang Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam dari Universitas Nahdatul Ulama (UNU) Surakarta, Dr. H. Amir Mahmud, M. Ag., menilai jelang pesta demokrasi Pemilu, bibit-bibit seperti konflik SARA dan politik identitas sudah mulai dimainkan kembali guna menggoyahkan stabilitas bangsa.

”Sekarang ini, hal seperti SARA itu kembali dimunculkan oleh kelompok-kelompok itu, jadi sudah ada potensi itu. Dan tokoh-tokohnya sudah ada yang muncul meskipun yang lain masih merayap,” ujar Amir Mahmud, M. Ag, di Surakarta, Senin (12/9/2022).

Menurutnya, konflik sekecil apapun bisa menjadi peluang dan dipandang sebagai potensi oleh kelompok radikal untuk kembali mempromosikan sistem kekhilfahan menurut versi mereka. Itu selalu mereka lakukan untuk menjatuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

”Mereka itu selalu mencari kesempatan atau ruang untuk menciptakan konflik. Gerakan mereka untuk mengganti (bentuk negara) dengan sistem kekhilafahan ini akan selalu digaungkan,” jelas Direktur Amir Mahmud Center yang bergerak dalam bidang kajian Kontra Narasi dan Idiologi dari paham Radikal Terorisme ini.

Dirinya menilai pentingnya peran bersama guna mewujudkan daya tangkal masyarakat dari provokasi isu dan aksi yang menimbulkan konflik perpecahan. Ini penting demi menjaga stabilitas, toleransi dan harmoni dalam lingkungan berbangsa bernegara. Dengan cara menanamkan nilai moderasi beragama dan wawasan kebangsan.

“Berbagai unsur masyarakat dalam membuat narasi, itu saya pikir harus sudah lebih mengarah kepada pelatihan-pelatihan kepada para stakeholder terkait, lalu untuk segera disosialisasikan,” tuturnya.

Ia menyarankan agar upaya tersebut tidak hanya sekadar pada pertemuan atau sosialisasi semata, tetapi juga dimunculkan (diterapkan) di tengah kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan langkah itu akan membawa hasil yang riil dan efektif dalam mengantisipasi semua gerakan kelompok radikal.

“Terutama kalau kita kaji pada hari ini, peranan dosen pendidikan agama atau universitas yang berkaitan dengan keagamaan dengan masalah moderasi beragama sangat penting,” terangnya.

Ia mengungkapkan, Amir Mahmud Center selama ini fokus bergerak dalam membangun program wawasan kebangsaan yang relijius. Harapannya untuk membangun generasi muda yang tidak hanya mencintai bangsanya namun juga berusaha membekali masyarakat dengan wawasan keagamaan.

“Kita ini didasari oleh lima dasar Pancasila dan yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah Kenapa saya harus membangun nilai-nilai wawasan kebangsaan yang religius. Karena sebenarnya Pancasila ini sangat religius sekali,”ujar lulusan Akademi Militer Afghanistan ini.

Menurutnya, ke depan pemerintah harus mengantisipasi munculnya konflik pecah belah, dengan meningkatkan peran dan ketegasan regulasi mengingat dasar peraturan dan perangkat keamanan yang sudah cukup mumpuni.

“Kita berharap pemerintah betul-betul masuk kepada perkara ini untuk lebih serius. Jadi bagaimana sekarang memberikan efektivitas dimana peran pemerintah ini dengan lembaga hukum yang ada atau stakeholder yang ada ini dengan perangkat-perangkat keamanan. Itu yang penting,” ujar Amir.

Amir Mahmud juga berpesan kepada semua pihak, khususnya para tokoh dan organisasi masyarakat yang moderat untuk senantiasa berusaha merangkul umat, agar memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara serta pemahaman agama yang moderat. Tujuannya agar masyarkaat dapat terhindar dari segala bentuk konflik dan provokasi yang mengarah kepada radikalisme.

“Ini bukan persoalan salah satu agama, tapi juga di seluruh agama. Itu juga merupakan suatu potensi tentang perkara radikal itu. Jangan sampai kita disibukan dengan suatu urusan perpecahan yang tidak pernah berhenti. Karena itulah kita harus pahami pemahaman kebersamaan ini,” pungkas Amir Mahmud. BK/Man

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *