Jakarta, BK
Musisi asal Kota Palu, Sulawesi Tengah yang tergabung dalam Culture Project, siap tampil di Jakarta Internasional BNI Java Jazz Festival (Java Jazz) di JiExpo Kemayoran, 27-29 Mei mendatang.
Culture Project yang digawangi Zhul Usman (vokal) Umaryadi Tangilisan (gitar), Clif (drum) Ayub Lapangadong (bass), dan Riyan Fauwzi, Selasa (24/05/2022) telah tiba di Jakarta.
Dalam sambungan telepon WhatsApp setibanya di Jakarta, salah satu personil Culture Project, Umaryadi Tangkilisan kepada Berita Kota menyebutkan, dalam pertunjukan yang akan dihelat di Panggung Gazebo –salah satu dari sembilan panggung bergengsi yang ada di Java Jazz, akan tampil selama 60 menit, dengan mempresentasikan 10 karya, pada Jumat (27/05/2022) pukul 16.00 WIB.
“Slot waktu presentasi itu akan kami maksimalkan sesuai latihan yang kami lakukan selama ini,” kata Umaryadi yang akrab dipanggil Adi.
Menurutnya, kesempatan tampil di Java Jazz seperti mimpi. Pasalnya, ini kali pertama musisi asal Palu mendapatkan kesempatan presentasi di ajang musik bergengsi berskala internasional itu.
Ditanya bagaimana kesempatan tampil di Java Jazz itu bisa datang pada Culture Project, Adi mengungkapkan kalau pihaknya April lalu dihubungi salah seorang nara hubung panitia JJF, yang merupakan Ketua Harian Indonesia Musik Forum (IMF), Ir Setiabudi AC Nurdin, untuk mendaftarkan diri segera sebagai penampil.
“Kami mengikuti semua prosedurnya, dan tak lama kemudian dihubungi panitia dan dinyatakan sebagai penampil,” kata Adi yang mengungkapkan rasa senang campur tak percaya.
Tapi, lanjutnya, performance mereka di Java Jazz nanti diharapkan bisa mewarnai event itu, meski Culture Project sendiri selama ini tidak memainkan musik jazz. Tapi lebih pada musik folklore. Semangat itu mereka dapatkan dari penampil Java Jazz pada tahun-tahun sebelumnya, di luar genre musik jazz, seperti Slank, Sheila on Seven, dan lain-lain.
Sementara itu secara terpisah, melalui WhatsApp, Ketua Harian Indonesia Musik Forum (IMF) Ir Setiabudi AC Nurdin, yang akrab dipanggil Buddy ACe kepada Berita Kota membenarkan bila rekomendasi terhadap musisi daerah itu datang darinya, mengingat selama ini Culture Project merupakan musisi yang produktif dan konsisten dalam berkarya.
Makanya, saat ada slot kosong di Panggung Gazebo Java Jazz 2022, ia mencoba memberikan rekomendasi itu kepada panitia dengan menyertakan beberapa link video, sambil menghubungi Culture Project secara personal.
“Tiba-tiba, panitia Java Production, bilang ke saya, kalau ada slot jadwal yang masing kosong, durasi 60 menit. Apakah ada band yang siap?” ungkapnya.
Selaku Ketua Harian IMF yang memiliki jaringan musisi di 11 kota di Indonesia, termasuk Palu, ia memutuskan memberikan kesempatan kepada Culture Project.
Buddy menghubungi Culture Project, 23 April, tapi baru masukan profile mereka 6 Mei. Sementara batas waktunya sampai 30 April.
Dalam masa menunggu profile band, ia menggunakan link video mereka yang ada di Youtube, dengan memilih video lagu Porolea, Matahari, dan Palu Dilupa.
“Alhamdulillah, hanya melalui link, panitia setuju menampilkan mereka dipanggung Gazebo Stages, panggung paling unik di Java Jazz, karena bentuknya delapan sudut, sehingga Penonton bisa menonton dari delapan sisi tersebut.
Ditanya alasan mengapa Culture Project yang dipilih saat itu, sementara banyak musisi yang juga bagus performancenya, Buddy ACe, mengungkapkan alasannya, bila ia memahami kelompok ini baik secara musikal maupun secara personal.
” Saya tidak mungkin merekomendasikan band, dimana saya tidak bisa bertanggung-jawab secara obyektif, secara musikal. Saya bisa berdebat secara musikal dengan panitia, kenapa mereka layak ada di Java Jazz,” tegasnya.
Diluar musikal, lanjut Buddy, memilih Culture Project, karena melihat sosok Adi dan Zhul Usman sebagai penyanyi, adalah sosok pejuang, pekerja keras, konsisten dalam berkarya. Selain itu paling penting, secara pribadi, selama selama berada dalam jaringan industri musik di Jakarta, sangat dekat dengan seniaman yang rendah hati.
Buddy mengakui banyak band istimewa di Palu, tapi yang rajin berkomunikasi dengannya, hanya sedikit musisi, diantaranya Adi Tangkilisan, Achi Tje Box dan beberapa nama lainnya.
“Saya tahu di Palu banyak band bagus, tapi band yang menurut saya unik, beda, dan pas buat atmosfer Java Jazz adalah Culture Project,” tukas Buddy.
Katanya, musik Culture Proejxt menjadi istimewa bukan karena melody etnik yang dimiliki vokalisnya Zhul Usman, tapi karena konsep musik mereka disiapkan dengan matang.
Mereka melakukan riset yang dalam dan tajam, saat membuat karya bertajuk Porolea.
Itu karya paling istimewa dari mereka. Ditambah dengan karya yang pesannya kuat dan universal, seperti Matahari dan Palu Dilupa.
Menyinggung soal genre musik Culture Project yang berbeda dengan Java Jazz, Buddy mengatakan jika itu bukan masalah lagi, sebab sejak 2009, Java Jazz sudah tidak lagi berdiri sebagai sebuah festival musik jazz.
Oleh Founder Java Jazz, Peter Gontha, Java Jazz menjadi ruang baru bagi masyarakat Indonesia dan nancanegara, untuk melakukan kegiatan diakhir pekan, mulai Jumat hingga Minggu, sambil menikmati festival musik, apa saja.
“Jazz sebagai aliran musik, porsinya hanya 60 persen. Sisanya, beragam jenis musik bisa didengarkan di festival ini, seperti R&B, Hip Hop, Funk, bahkan musik Rock,” kata Buddy.
Terbukti Slank, 2009 tampil di Java Kazz, saat masih digelar di Jakarta Convention Center.
Setelah pindah lokasi ke JiExpoKemayoran, Godbless, Sheila On Seven, Gigi, Rif, dan banyak lagi band rock lainnya, tampil di festival Java Jazz.
Demikian pula dengan aliran world musik, seperti yang dimainkan oleh Culture Project mereka mendapat ruang tersendiri, yang memiliki penikmatnya tersendiri pula.
Semua selera musik, sesungguhnya tumpah ruah di Java Jazz, meskipun tetap didominasi oleh penikmat musik Jazz.
Dan paling penting, musik Jazz, itu bersifat lentur, fleksibel dan mudah berimprovisasi dengan beragam aliran musik, termasuk musik tradisi atau etnik musik, selalau menghiasi panggung Java Jazz.
Ada Dwiki Darmawan, Sinten Remen yang dimotori almarhum Djaduk Ferianto, dan nama-nama besar lainnya dari genre etno-jazz, selalu muncul dengan kejutannya.
“Nah, saya berharap, Culture Project, bisa mengejutkan penikmat musik jazz di Indonesia dan manacanegara. Ini kesempatan yang mungkin hanya datang sekali saja. Tapi jika mereka hadir dengan konsep yang matang dan mengejutkan, tidak menutup kemungkinan mereka bisa tampil setiap tahun di Java Jazz,” tutupnya. (ria/BK)