PGI: Puasa untuk Proses Spritual Menemukan Kembali Jati Diri yang Sejati

Loading

JAKARTA, BERITAKOTA.COM – Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Jacklevyn F. Manuputty mengatakan, meskipun praktik puasa berbeda dalam setiap agama, namun terdapat kesamaan esensi yang bisa menjadi jembatan bagi umat beragama untuk saling memahami.

“Kita sedang berjumpa di bulan suci Ramadhan, bulan di mana umat Islam menjalankan ibadah puasa. Umat Katolik juga menjalankan puasa 40 hari sebelum Paskah, sementara di Protestan, puasa tidak diwajibkan, tetapi dianjurkan sebagai tradisi yang baik. Di sinilah kita melihat bahwa puasa bukan sekadar kewajiban ritual, tetapi juga proses spiritual untuk menemukan kembali jati diri yang sejati,” ujar Jacky, di Grha Pemuda Katedral Jakarta, Rabu (19/03).

Acara ini digelar Komisi Hubungan Antaragama dan Kemasyarakatan Keuskupan Agung Jakarta, yakni Dialog Ramadhan bertajuk “Merawat Harapan untuk Merajut Kerukunan Antarumat Beragama”. Acara ini digelar dalam membangun semangat kebersamaan dan toleransi.

Hadir berbagai tokoh lintas agama untuk berdiskusi mengenai makna spiritualitas puasa dan relevansinya dalam membangun harmoni sosial di tengah masyarakat.

Sejumlah pemuka agama yang hadir antara lain Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo, KH. Marsudi Suhud (Majelis Ulama Indonesia), Candra Setiawan (Majelis Agama Konghucu Indonesia), Naen Suryono (Presidium Majelis Luhur Kepercayaan), Dede Rosyada (Ketua FKUB Jakarta), Philip Wijaya (Permabudi), dan I Wayan Kantun Mandara (PHDI).

Percakapan antar tokoh agama ini dipandu oleh wartawan senior Budiman Tanuredjo. Kehadiran mereka mencerminkan semangat inklusivitas dan komitmen menjaga persatuan dalam keberagaman.

Lebih lanjut, Jacky menekankan bahwa dalam Islam, puasa bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih diri dalam disiplin spiritual dan pengendalian hawa nafsu.

“Puasa menjadi latihan untuk kembali ke kedirian yang sejati, atau dalam istilah Jawa disebut sangkan paraning dumadi,”imbuhnya.

Selanjutnya, ia memaparkan puasa dalam tradisi Kristen, Yesus juga menjalani 40 hari puasa di padang gurun dan menghadapi tiga cobaan besar: makanan, kekuasaan, dan ketinggian. Tiga cobaan ini, lanjut Jacklevyn, menggambarkan bagaimana manusia diuji dalam berbagai aspek kehidupannya.

Menurutnya, baik dalam Islam maupun Kristen, puasa memiliki makna mendalam sebagai perjalanan spiritual untuk memahami diri sendiri dan memperkuat komitmen dalam panggilan hidup.

Di tengah era digital yang dipenuhi hoaks dan ujaran kebencian, Jacky menegaskan bahwa puasa bisa menjadi latihan karakter bagi masyarakat agar lebih sabar, penuh kasih, dan mampu menahan diri dari godaan duniawi.

“Puasa mengajarkan kita memiliki daya tahan dan kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai tantangan,”tandasnya.

Hal Senada, Ignatius Kardinal Suharyo menekankan
pentingnya merawat kebersamaan. “Kehadiran dan gagasan yang disampaikan dalam acara ini akan memperkaya kita untuk terus merawat dan mengembangkan kebersamaan ini,” ujarnya.

Menteri Agama (Menag) Nasarudin Umar menyoroti perlunya memperluas perhatian umat beragama, tidak hanya pada aspek kerukunan antarumat, tetapi juga pada lingkungan hidup. “Saya ingin agar kita mengakhiri dialog ini dengan tidak hanya membahas hubungan antarumat beragama, tetapi juga hubungan umat beragama dengan lingkungan hidup,”ucapnya.

Menag memperkenalkan konsep ekoteologi yang menekankan pentingnya pelestarian lingkungan dalam pendidikan agama. Menurutnya, pendidikan agama harus memasukkan nilai-nilai ekoteologi dan pelestarian alam.

Selain itu, Menag juga mengenalkan kurikulum cinta, yang bertujuan mengajarkan siswa untuk menyikapi perbedaan dengan penuh kasih.

“Kurikulum cinta adalah fondasi hidup bersama dalam keragaman. Guru agama harus mengajarkan cinta kepada anak-anak, bukan menanamkan perbedaan atau kebencian,”imbuhnya.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan, komitmennya untuk berlaku adil bagi seluruh warga Jakarta. “Kalau Jakarta ini mau baik, hubungan antara pemimpin dan umatnya harus baik dan adil,” katanya.

Pramono juga menyampaikan berbagai program yang telah dan akan dilakukan pemerintahannya, seperti penyediaan hunian bagi warga Kampung Bayam, program Kartu Jakarta Pintar, bantuan pendidikan bagi mahasiswa, penyediaan air bersih, serta pengelolaan sampah. (Ralian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *