Membangun Kebanggaan Nasional untuk Lawan Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme

Loading

Jakarta, BK – Semangat nasionalisme pada Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) menandakan rumusan identitas kebangsaan yang tidak lagi terikat oleh fanatisme suku, etnis, dan kepentingan sekterian lainnya. Di era sekarang nasionalisme dan menjadi Indonesia seutuhnya terlihat mulai luntur dengan masuknya paham transnasional yang menjadikan agama sebagai kedok untuk memecah belah persatuan Indonesia. Karena itu, perlu terus dibangun rasa kebanggan nasional kepada seluruh anak bangsa.

Mantan Wakil Sekjen PBNU Tokoh Muda Dr. KH. Adnan Anwar mengatakan, pada peringatan Harkitnas haruslah menjadi momen membangun kebanggaan nasional sebagai salah satu cara agar masyarakat tidak kemudian terperangkap pada imajinasi liar membentuk negara agama yang diyakini oleh kelompok radikal.

”Harus ada yang namanya disebut kebanggaan nasional, semua warga bangsa utamanya kaum milenial ini harus memperkuat jati diri ke Indonesiaannya. Bahwa Indonesia ini memiliki peradaban yang sangat maju dan mampu mengelola perbedaan serta bisa mengelola berbagai macam tantangan,” ujar Adnan di Jakarta, Jumat (20/5/2022).

Ia melanjutkan, disamping membangun kebanggan nasional sebagai bangsa yang memiliki sejarah besar dan budaya toleransi yang kental, peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini harus bisa menjadi momentum agar kita semua warga bangsa ini sentiasa menyuntikkan spirit nasionalisme dan patriotisme di hati seluruh sanubari anak bangsa.

Seperti dimasa lalu, lanjutnya, kaum muda berani membuang ego sektoral dan sentimen primordial demi memperjuangkan kepentingan yang lebih besar, yakni kemerdekaan bangsa.

Terlebih lagi, praktik intoleransi, radikalisme dan terorisme dalam beberapa tahun terakhir membuat relasi keagamaan dan kebangsaan merenggang akibat merebaknya paham ekstremisme-kekerasan yang dilatari oleh konservatisme dan fanatisme keagamaan.

Padahal, tegasnya, agama-agama di Indonesia seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu selama ini berperan sangat aktif sebagai stabilisator dan penjaga NKRI. Namun, ideologi transnasional bertopeng agama justru telah menyumbang andil pada lunturnya nasionalisme.

Untuk itu, Adnan mengingatkan untuk kembali kepada pride of nations. Kebanggaan terhadap nasionalisme bangsa ini harus dimunculkan, bahwa membesarkan bangsa itu lebih baik daripada mencari pilihan ideologi lain yang belum terbukti kalau diterapkan bisa menghasilkan kemaslahatan atau kebaikan.

“Kita juga harus selalu mensyukuri atas peran dari para founding father, yang mampu melahirkan sebuah negara besar dengan tingkat keragaman paling kompleks, yang masih eksis dan paling aman. kita perlu mewujudkan rasa syukur dan bangkit bahwa negara kita adalah yang terbaik diantara negara yang lain yang sedang berkonflik,”tuturnya.

Dalam hal ini, menurutnya, diperlukan peran dari para tokoh agama dan masyarakat guna untuk mendorong umat bangkit melawan ancaman nyata intoleransi, ekstremisme dan radikalisme dengan membawa dakwah yang menyejukkan.

”Tokoh agama harus mampu memberikan penerangan dan pengertian hingga level grassroot, dalam melawan intoleransi, ekstremisme dan radikalisme,”ujarnya.

Terlebih, Indonesia adalah negara yang berbasis agama terbesar di dunia. Dimana masyarakat Indonesia adalah pemeluk agama yang taat dan setia menjalankan syariat agamanya, dan tokoh agama dipandang masyarakat sebagai orang yang harus diikuti dan dijadikan panutan.

Tidak hanya itu, para tokoh agama atau tokoh masyarakat perlu memperkuat forum kerukunan lintas agama dan lintas kultur, di semua tingkatan masyarakat. Seperti FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) perlu diperluas dan diperkuat kualitas dialognya.

Adnan juga ingin mendorong ketegasan pemerintah guna penerapan Pancasila yang lebih massif dan kembali membangkitan semangat nasionalisme masyarakat melawan ancaman nyata intoleransi, ekstremisme dan radikalisme. BK/Man

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *