Jakarta – Euforia kemenangan Ganda Putri Bulutangkis Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020 masih menggema di seantro negeri, pertama kalinya dalam sejarah bulutangkis Indonesia, pasangan ganda putri Greysia Polli dan Apriyani Rahayu berhasil menyabet medali emas dalam ajang bergengsi tingkat dunia ini. Menjadi sangat istimewa lantaran emas yang diraih Greysia dan Apriyani ini menjadi satu-satunya medali emas yang berhasil diperoleh oleh kontingen Indonesia.
Di balik kisah sukses pasangan Greysia dan Apriyani ini, terselip sebuah cerita membanggakan juga dari lapangan bulutangkis yang berhasil dicapai oleh salah seorang staf pengajar yang bertugas di Gunungkidul. Dia adalah Wahyana (53), guru olahraga SMP N 4 Patuk yang memimpin jalannya pertandingan babak final tunggal putri bulutangkis Olimpiade Tokyo antara Chen Yu Fei dari China dengan Tai Tzu Ting dari Taiwan. Pria asal Godean, Kabupaten Sleman ini selain sebagai guru olahraga, juga menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum di SMP 4 Patuk.
Pria kelahiran September 1967 ini sudah malang melintang di dunia perwasitan bulu tangkis sejak lama. Tugas memimpin jalan pertandingan baik di event nasional hingga internasional telah acap kali dijalani. Hingga kemudian di tengah euforia final bulutangkis olimpiade, gambarnya muncul sebagai seorang wasit asal Indonesia yang memimpin jalannya pertandingan.
Pria kelulusan fakultas olahraga di IKIP atau UNY ini memang sejak dulu menggemari olahraga. Mulanya dia bergelut di cabang olahraga voli, dia bahkan menjadi anggota voli DIY. Namun kemudian karena cedera engkel yang serius, ia terpaksa harus pensiun dari dunia volli. Selanjutnya, Wahyana kemudian banting stir dengan berganti ke cabang olahraga badminton. Bukan sebagai atlet, melainkan Wahyana beralih karis sebagai wasit.
Kemampuannya dalam memimpin pertandingan badminton terus ia asah. Sejumlah sertifikasi kompetensi juga ia tempuh untuk memaksimalkan kemampuannya tersebut. Sampai kemudian seiring berjalannya waktu, kiprah Wahyana dalam dunia perwasitan diperhitungkan hingga tingkat internasional.
Perjalanan karir Wahyana sebagai seorang wasit badminton mulai tahun 1998 sampai tahun 2000, ia baru sebatas dipercaya menjadi hakim garis dalam setiap pertandingan. Ia kemudian mengikuti ujian kompetensi di tingkat DIY dengan hasil terbaik. Kemudian ia kembangkan lagi di tingkat nasional dan Asia.
“Di tingkat nasional A saya mendapatkan capaian terbaik. Kemudian saya dikirim mengikuti Asia Accreditation di Kuala Lumpur pada tahun 2006 silam. Lanjut lagi Asia Certification di Johor, Malaysia,” ucap Wahyana dikutip dari pidjar.com, Selasa (02/08/2021).
Dari situ ia kembali mengikuti BWF Accreditation dan mendapatkan sertifikasi atau lisensi tertinggi pada tahun 2016. Dengan lisensi bertaraf dunia ini, kiprahnya dalam dunia perwasitan badminton semakin diperhitungkan. Jam terbang dalam mengikuti pertandingan juga semakin tinggi. Tak hanya event berkelas nasional saja, namun ia juga mulai dipercaya memimpin kompetisi-kompetisi bertaraf dunia.
Dari 36 wasit di olimpiade, ada 11 orang dari Asia dan Wahyana merupakan satu-satunya dari Indonesia yang dipercaya untuk memimpin jalannya pertandingan tim tunggal putri dalam memperebutkan medali emas. Tentu ada sebuah kebanggaan tersendiri, sebab dalam final itu, memang dicari wasit terbaik dari seluruh yang ada.
Wahyana tidak hanya kali ini saja menjadi wasit dalam final kejuaraan, mulai dari SEA Games, Asian Games, Kejuaraan Dunia, Paralimpic, Piala Sudirman, Piala Thomas, World Tour Finals dan lainnya. Namun tentunya, event olimpiade di mana menjadi perhatian dunia dan khususnya terjadi euforia di tingkat nasional ini menjadi kesan tersendiri baginya.
“Menjadi wasit dalam partai final memang dipilih yang terbaik dan harus memiliki lisensi tertinggi,” imbuh dia.
Dirinya menambahkan, dalam setiap pertandingan menjadi hal yang sangat berkesan. Selama ini dirinya sudah berkunjung hingga ke 77 negara di dunia untuk memimpin pertandingan. Kemampuannya pun semakin ia asah. Sebagai pengurus PBSI di Jakarta, ia juga memiliki program mencetak wasit muda dari seluruh penjuru Indonesia.
Program ini perlahan mulai berjalan. Saat ini, minat untuk menjadi wasit muda sudah mulai banyak. Namun demikian ada kendala yang dihadapi yaitu saat para wasit ini tidak bisa berbahasa inggris. Sehingga banyak yang belum bisa sampai ujian kempetensi internasional. (BK/Gus/pidjar)