JAKARTA, BERITAKOTA.COM – Perkembangan finansial technology (Fintech) tidak bisa dinafikan akan dihadapi masyarakat di era digital. Namun, perkembangan teknologi terus berinovasi entah sampai kapan, karena itu masyarakat jangan sampai terjebak Fintech yang merugikan dan terjebak pinjaman online (Pinjol) yang tidak terdaftar dalam OJK.
“Dalam era teknologi Fintech banyak terjerat Pinjol ilegal. Ironisnya, berdasarkan data OJK sebanyak 42 persen guru terjebak dalam Pinjol, dan tidak mampu bayar, ” kata Dosen Tetap Universitas Kristen Indonesia (UKI) Dr. Diana Napitupulu., SH., MH., Mkn., M.Sc dalam diskusi Hukum bertajuk “Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Industri Financial Technologi (Fintech ), di Aula Pasca Sarjana Fakultas Hukum UKI, Jl. Diponegoro, Jakarta, Jumat (7/6/2024).
Diskusi yang digelar secara on site dan on line, dimoderatori Mahasiswa Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum UKI Santiaji Sidabalok.
Lebih lanjut Diana mengingatkan, agar masyarakat berhati-hati dengan Pinjol ilegal atau tidak terdaftar dalam OJK. “Pinjol ilegal ini tidak ubahnya seperti rentenir. Menawarkan dengan pinjaman dengan bunga rendah, tetapi menjerat masyarakat hingga mengalami kesulitan untuk membayar,”tandas Diana.
Berdasarkan data OJK, Dina juga menyebut, sebanyak 21 persen korban Putus Hubungan Kerja (PHK), ibu rumah tangga (15), karyawan (9), Pedagang (4), pelajar (3) dan tukang cukur (2).
“Pinjaman legal atau yang terdaftar OJK bunganya tidak seperti rentenir,”imbuh Diana.
Dia mengimbau, kepada masyarakat yang mengetahui persoalan hukum agar dapat mensosialisasikan dampak yang merugikan terhadap Pinjol illegal sehingga dapat mengeliminir korban dari pinjol ilegal.
“Mudahnya masyarakat terjebak Pinjol ilegal karena literasi keuangan rendah UU, tingkat ekonomi rendah, dan tingkat digital keuangan rendah,” tandas Diana, yang juga berprofesi notaris.
Sementara itu, praktisi Perbankan Sarjani Sidauruk mengatakan, satu dekade terjadi perubahan dalam dunia digital yang tidak bisa dihindari.
“Antara tahun 2010-2015, munculnya e-commerce. Namun kelemahan sistem Fintech kerap terjadi penipuan, adanya kebocoran teknologi dan data masyarakat. Sekitar 12,74 juta mengalami kebocoran data masyarakt,”ungkap Sarjani.
Mohammad Adjie, Staff Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan dan Jasa Keuangan, menyayangkan, stigma Pinjol di masyarakat sangat negatif akibat ulah para pelaku yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan praktek usaha ilegal di masyarakat.
“Semua sifatnya online, dan ini dimanfaatkan oleh para usaha Pinjol ilegal untuk mencari keuntungan kepada masyarakat. Karena itu penting masyarakat tahu dari OJK mana Pinjol illegal atau tidak,”ujar Adjie.
Adjie mengemukakan, sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10/POJK. 05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) disebutkan Otoritas Jasa Keuangan memiliki penanganan untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggara dilakukan dengan cara pemeriksaan langsung, dan pemeriksaan tidak langsung. (Ralian)