Utama  

Pilgub DKI Jakarta, Bisa Dipilih Langsung atau Lewat Dewan

Loading

JAKARTA, BERITAKOTA.COM –  Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, dijadwalkan akan berlangsung pada November 2024 sesuai putusan MK tanggal 29 Februari 2024 lalu. Namun ada juga usulan digelar pada September 2024 melalui Surat Presiden (Supres) yang akan dibahas DPR RI setelah reses.

Meski menjadi perdebatan dikalangan pegiat demokrasi terkait waktu pelaksanaan, diskusi mengenai Pilgub DKI Jakarta sudah mulai ramai dibahas. Termasuk oleh partai politik dan warga Jakarta.

Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi Ramdansyah saat diskusi interaktif di Radio Elshinta, Sabtu (2/3/2024), mengatakan biasanya partai politik mengukur perolehan suara berapa yang di Jakarta dari elektabilitas kandidat di Pileg 2024.

“Yang kedua kemudian juga transfer pemain misal Ridwan Kamil. Kemudian di sini ada juga Ahmad Sahroni kemudian Anies Baswedan. Saya dengar ada juga yang menginginkan Pak Ahok menjadi Gubernur DKI,” ujar Ramdansyah.

Menurut Ramdansyah perlu sejumlah modal untuk menuju DKI 1. Seperti modal jaringan atau modal sosial, modal budaya, termasuk juga modal ekonomi. Partai politik akan melihat itu. Modal budaya adalah karisma atau popularitas yang dapat menjadi modal elektabilitas disamping kemampuan finansial calon.

Meskipun pemberitaan soal siapa yang akan bersaing menjadi Gubernur Jakarta sangat gencar, tetapi Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi Ramdansyah kembali mengingatkan semua pihak untuk mengawal suara perempuan pada Pemilu Legislatif 2024. Yang proses rekapitulasinya saat ini tengah berlangsung.

“Penghitungan suara yang berjenjang dalam pemilihan legislatif yang terjadi di seluruh Indonesia kurang memperhatikan afirmasi perempuan. Sehingga kemudian yang diperhatikan adalah suara laki-laki padahal afirmasi perempuan itu 30%,” ujar Ramdansyah saat dialog live interaktif di Radio Elshinta, Sabtu (2/3/2024).

“Pada Pemilu 2019 lalu afirmasi perempuan hanya mencapai 20 persen. Mungkin di Pemilu 2024 tidak ada penambahan 10% atau menjadi capaian ideal 30%. Ini dapat terjadi, karena karena kurangnya perhatian terhadap penggembosan suara perempuan.,” imbuh Ramdansyah yang pernah menjabat sebagai Ketua Panwaslu DKI Jakarta.

Seperti diketahui pekan lalu dari Koalisi Perempuan untuk Pemilu Adil menyebutkan bahwa Melli Darsa di Jawa Barat berpotensi terjadi penggembosan suara. “Adakah yang memperhatikan hal tersebut pengawasaln suara perempuan di penghitungan berjenjang? Jawabannya kurang diperhatikan,” jelas Ramdansyah.

Ramdansyah memberikan saran agar partai politik tetap memperhatikan suara perempuan, karena keberadaan mereka tidak hanya sebagai pendulang suara, tetapi sebagai penopang demokrasi. “Jangan sampai mereka hanya menjadi aksesori demokrasi belaka di Pemilu 2024. Kalau perlu usai Pemilu 2024 dihitung kembali apakah afirmasi perempuan sudah berlangsung di tubuh partai politik,” pungkas Ramdansyah.(Gus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *