JAKARTA, BK – Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menolak permintaan PT Bumigas Energi untuk melakukan konfrontasi dengan KPK, HSBC Indonesia, PT Geo Dipa Energi, dan Kejagung terkait surat KPK No B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 dengan konten hoaks yang diteken Pahala.
“Buat gua apa poinnya, mau ngapain. Bukannya dibilang mau apa. Ya buktikan aja (rekening HSBC Hongkong) kalau dia punya, gampang aja, ngapain konfrontasi ke gua,” tegas pernyataan Pahala dalam rekaman yang diliput oleh awak media beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Karena surat KPK berkonten hoaks itulah, PT Bumigas Energi sangat dirugikan khususnya dalam sidang di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) di mana surat tersebut dijadikan ‘senjata’ oleh PT Geo Dipa Energi.
Pahala menolak apabila surat tersebut dianggap diterbitkan secara individu atau atas kehendaknya sendiri. Menurutnya, surat tersebut terbit sesuai prosedur atas arahan Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo.
“Argumen gua ini bukan Pahala individu, semua surat berhak hanya pimpinan yang tahu. Makanya gua sebut atas nama pimpinan (Agus Rahardjo) dan ada perintahnya,” katanya.
Menurutnya, surat terbitannya itu tidak sebanding dengan surat dari Kejaksaan Agung perihal penelusuran rekening ke HSBC Hong Kong.
“Padahal menurut gua surat dari kejaksaan lebih parah, ke sana loh dia (kejagung) secara fisik. Apa iya hakim (majelis di BANI) cuma lihat itu surat,” ujarnya.
Dari pernyataan Pahala itu muncul kejanggalan-kejanggalan sebagai Deputi Pencegahan KPK.
Kejanggalan pertama, bukan seharusnya menjadi tupoksinya Pahala Nainggolan menerbitkan surat KPK meski perintah Ketua KPK Agus Raharjo.
Kejanggalan kedua, surat KPK tersebut melanggar UU KPK No 30 Tahun 2009 dan urutannya.
Kejanggalan ketiga, isi konten dalam surat KPK disebutkan keterangan bersumber dari HSBC Indonesia. Faktanya, PT Bumigas Energi bukanlah nasabah dari HSBC Indonesia melainkan nasabah HSBC Hongkong, bahkan HSBC Indonesia tidak pernah mengeluarkan pernyataan apapun ke KPK.
Kejanggalan keempat, Lebih ironisnya isi konten surat KPK tersebut berbeda dengan isi surat HSBC Hong Kong yang sudah diterima oleh tim kuasa hukum PT Bumigas Energi di Hong Kong. Artinya, dugaan kuat surat KPK tersebut kontennya rekayasa, manipulatif, dan by design.
Kejanggalan kelima, isi surat KPK tersebut lagi-lagi berbeda dengan penjelasan HSBC Hongkong sehingga Pahala dengan yakinnya menuding PT Bumigas Energi ‘mengada-ngada’ soal WKP. Apakah Deputi Pencegahan KPK tidak mengerti UU Panas Bumi No 27 Tahun 2003 dan turunannya?
Pernyataan yang telah disampaikan itu justru menjerumuskan dirinya secara langsung dan institusinya secara tidak langsung untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
Kejanggalan berikutnya, Pahala sebagai Deputi Pencegahan KPK secara impresif melakukan pembangkangan terhadap UU KPK. Secara tidak langsung Pahala mengakui kegaduhan surat KPK itu dengan menyebut bahwa surat kejaksaan isinya bahkan lebih parah dari surat KPK.
Faktanya, Kejaksaan Agung pun sudah memberikan klarifikasi terkait pernyataan Pahala itu melalui wawancara wartawan Berita Ekspres dengan mantan Jamintel Kejagung Yanmarinka. Bahwa Yanmarinka dengan tegas tidak pernah mengeluarkan surat apapun kepada KPK. Selain itu tidak ada pejabat yang ditugaskan melakukan penelusuran ke HSBC Hong Kong.
Di sini sudah jelas bahwa Ketua KPK Agus Rahardjo melanggar SOP dan UU KPK, apabila terbukti terlibat dalam hal ini. Keterlibatan Agus juga diperkuat oleh Pahala dengan menunjukkan nota dinas sebagai upaya disposisi.
Sayangnya, Agus memilih diam enggan berkomentar ketika ditanya soal surat KPK No B/6004/LIT.04/10-
15/09/2017 yang menyesatkan bagi Bumigas Energi.
Oleh karena itu, Bumigas Energi menduga ada skenario di balik penerbitan surat yang sangat merugikan itu. Dugaan kuat, surat tersebut telah dipersiapkan dengan sengaja oleh Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo dan anak buahnya Pahala Nainggolan yang bertujuan menjatuhkan sekaligus mengkriminalisasi Bumigas Energi.
“Pernyataan pahala ini seakan mau melepaskan tanggung jawab dari jeratan turut serta Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP lama,” ujar Kuasa Hukum BGE Khresna Guntarto di Jakarta beberapa waktu lalu.
Lagi-lagi, Khresna menegaskan Pahala dan pihak manapun yang memerintahkan penerbitan surat KPK itu sudah terlibat dalam tindak pidana memasukkan keterangan palsu dalam akta autentik, sebagaimana dimaksud Pasal 266 ayat 1 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP lama dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Menurutnya, pihak-pihak yang terlibat menggunakan surat Pahala itu dapat ikut dijerat dengan ancaman penjara yang sama.
“Pihak yang menggunakan dan menikmati dan diuntungkan dalam surat itu adalah PT Geo Dipa Energi
yang saat itu diwakili Riki Firmanda Ibrahim sebagai direktur utama,” Khresna menegaskan.
Geo Dipa Energi sebagai rival Bumigas Energi dengan terangnya memanfaatkan kekuatan surat KPK itu untuk mengalahkannya di sidang BANI ke 2.
Sebelumnya surat tersebut digunakan Geo Dipa Energi dalam persidangan di BANI ke 2. Perkara pemalsuan surat bukanlah delik aduan, lanjut Khresna, seharusnya aparatur penegak hukum pidana umum.
“Dalam hal ini Polri dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan. Kami akan membuat laporan polisi dan menyerahkan bukti-bukti yang diperlukan,” katanya.
Menurut Khresna perbuatan Agus Rahardjo dan Pahala Nainggolan dalam menerbitkan surat KPK itu dapat merusak citra lembaga antirasuah itu sendiri.
“Tidak sepatutnya KPK memiliki oknum-oknum tersebut,” ucap Khresna.
Sebelumnya, PT Bumigas Energi telah mengadukan Kementerian ESDM ke Komisi Informasi Pusat (KIP) guna mendengarkan alasan izin pertambangan tidak dikeluarkan. Sidang perdana digelar pada 13 Agustus 2020 silam dengan termohon Kementerian ESDM.
Dalam amar putusannya itu ternyata kementerian ESDM tidak pernah mengeluarkan izin IUP dan WKP untuk di wilayah Dieng dan Patuha.
Pasalnya, tidak adanya IUP dan WKP itu menjadi awal perseteruan sengketa pertambangan antara PT Bumigas Energi dengan PT Geo Dipa Energi. (*/mad)