Medan, BK – Generasi muda, terutama mahasiswa harus dibekali moderasi beragama dan literasi digital untuk melawan penyebaran ideologi intoleran, radikalisme, dan terorisme. Moderasi beragama dan literasi digital akan menjadi benteng kokoh bagi generasi muda agar mereka tidak mudah begitu saja menerima ideologi transnasional yang tidak sesuai dengan Pancasila dan ideologi luhur bangsa Indonesia.
“Banyak sekali kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa tanpa sadar menjalankan visi dan misi dari kejahatan dan kekerasan yang ekstrem. Karena itu generasi muda harus dibekali pengetahuan agar mereka tidak mudah terpapar dengan hal-hal berkaitan ideology teroorisme yang jauh dari kepribadian bangsa Indonesia,” ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme IBNPT) Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, MH, saat memberikan kuliah umum pada Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) di Kampus IV Tuntungan, Medan, Sumatera Utara, Selasa (30/8/2022).
Kuliah umum ini diikuti kurang lebih 6000 mahasiswa dan mahasiswi baru UINSU. Pada kesempatan itu, seluruh mahasiswa/mahasiswi baru UINSU melakukan Deklarasi Relawan Moderasi Beragama dengan membubuhkan tanda tangan di kain kafan raksasa.
Kepala BNPT menghaturkan terima kasih kepada rektor UINSU yang memberikan ruang dan waktu untuk membekali mahasiswa/mahasiswi baru tentang pencegahan radikalisme dan terorisme. Ini penting untuk menyelematkan anak muda indoensia sehingga mereka bisa menimba ilmu dan melaksanakan perkuliahan dengan baik, sekaligus memiliki semangat nilai-nilai kebangsaaan, cinta kepada NKRI, dan semangat mencintai nilai luhur bangsa.
Boy Rafli memberikan apresiasi tinggi terhadap Deklarasi Relawan Moderasi Beragama tersebut. Ia menilai relawan moderasi beragama itu program sangat bagus yang bisa menjadi contoh perguruan tinggi lainnya di seluruh Indonesia. Dengan moderasi beragama, peserta didik bisa memahami dengan baik apa kewajiban yang harus dilakukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam meghormati warga lain yang berlainan agama.
“Moderasi beragama adalah salah satu vaksin agar negeri ini bebas dari intoleransi, radikalisme dan terorisme disamping penguatan wawasan kebangsaan dan kearifan lokal,” imbuh Boy Rafli.
Kepala BNPT menambahkan, Proklamator Bung Karno pernah menyampaikan dalam sebuah pidato, “Bangsa ini harus mengutamakan pembangunan karakter bangsanya atau character building. Membangun karakter dapat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa hebat, maju makmur, berdaulat. “
Boy Rafli menguraikan, Indonesia adalah negara yang diberkahi Allah SWT dengan bebagai nilai luhur, yang terbangun sejak Republik Indonesia belum berdiri.
Sejak di era kerajaan di Nusantara kemudian momentum Sumpah Pemuda dan puncaknya adalah berdirinya NKRI, karakter keInonesiaan itu telah sedemikian rupa diwarnai dengan tekad pendiri bangsa yang menunukkan identitas dan jati diri bangsa di masa penjajahan Belanda selama 350 tahun.
“Hari ini kita penikmat pembangunan, kita besyukur bahwa negara kita termasuk negara maju dan berkembang dan hari ini kita juga baru saja menghadapi ujian yaitu pendami covdi-19. Tapi di dunia ini di waktu bersamaan pandemi virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Karena ini generasi muda harus dibentengi dengan memberikan vaksin wawasan kebangsaan, moderasi beragama, dan kearifan lokal,” papar Boy Rafli.
Boy mengungkapkan, ada beberapa karakter virus intoleran, radikalisme, dan terorisme. yang harus dipahami para mahasiswa dan generai muda. Pertama karakternya anti kepada konstitusi negara, anti kepada ideologi negara Pancasila.
Kedua, lanjutnya, bersifat transnasional, dimana penetrasi nilai-nilai secara global yang disebarluaskan oleh orang luar, terhadap generasi muda Indonesia. Ideologi tersebut sebenarnya bukan ciri khas dan jati diri bangsa Indonesia. Bahkan di era 80-an benih-benih radikalisme telah di mulai dengan propaganda yang mengundang pemuda dan pemudi Indonesia menuju Afghanistan.
“Jadi sudah ada benih-benih di masa lalu yang kemudian itu berhasil mempengaruhi sebagian anak-anak Indonesia yang kemudian melakukan aksi kekerasan di negara kita, sejak dari tahun 2000 sampai dengan beberapa tahun terakhir. Ini adalah ideologI transnasional yang dibawa oleh pihak-pihak yang menginginkan sistem nilai-nilai yang sudah ada di Indonesia menjadi rusak,” jelasnya.
Karakter berikutnya ungkap Boy Rafli, jelas intoleran, radikal, dan menggunakan kekerasan yang ekstrem. Lebih berbahaya lagi mereka menggunakan narasi agama dengan mengatakan ini bagian dari jihad, kemudian menyebarkluaskan paham takfiri yang dengan mudah menyebut kelompok lain yang tidak sejalan dengan dirinya adalah kaum kafir yang harus diperangi.
Karakter lainnya, kata Kepala BNPT, kelompok ini juga menghalakan segala cara. Halal membunuh, boleh merampok untuk kepentingan perjuangan mereka. Karakter-karakter tersebut tentunya bukan menjadi identitas jatidiri bangsa Indonesia. Sejauh ini sudah banyak warga Indonesia yang ‘termakan’ propaganda radikal terorisme, terutama melalui media sosial.
“Ratusan bahkan ribuan orang Indonesia pernah berangkat ke Suriah dan Irak yang katanya untuk berjihad. Padahal mereka hari ini berada di kamp penahanan di Suriah dan Irak. Banyak dari mereka mati sia-sia, karena termakan propaganda. Kalau mau hidup bahagia, berangkat berjuang ke suriah. Ini menyesatkan,” tutur mantan Kapolda Banten dan Papua ini.
Menurutnya, banyak sekali disebarluaskan melalui media sosial. Penggunaan media sosial ini harus hati-hati. Apalagi dari data yang ada, Indonesia berada di nomor empat pengguna internet di dunia. Dari 273 juta lebih dari 2 juta penduduk Indonesia menggunakan internet, kemudian 80 persen menggunakan akun medsos. Dan dari pengguna akun medsos 60 persen adalah generasi milenial dan generasi z.
Fakta itu membuat generasi muda begitu mudah tersambung dengan berbagai informasi. Para pengusung ideologi terorisme sangat mahir menggunakan media sosial. Mereka bahkan menyelenggarakan pelatihan untuk menjadi teroris secara online, tidak lagi ketemu dengan mentornya.
“Jadi hati-hati bermedia sosial apalagi dengan narasi agama yang ujungnya menganjurkan kekerasan yang ekstrem. Bahkan ada yang diajarkan menjadi bom bunuh diri. Di Indonesia sudah banyak. Demikian juga bahkan melibatkan kaum perempuan. Jadi yang mahasiswi semua kita mohon waspada menggunakan media sosial, jangan sampai nanti dengan asyik berkomunikasi di media sosial ternyata mereka menjadi bagian perekrut pelaku terorisme,” ucap Boy Rafli.
Ia menegaskan, tidak ada agama manapun menganjurkan bunuh diri, apalagi agama islam. Karena bunuh diri itu haram dan lambang orang putus asa yang tidak bisa menerima kenyataan hidup. Tidak percaya adanya Tuhan, pada akhirnya memilih jalan bunuh diri.
Karena itu, tegasnya, jangan sampai ada tawaran ideologi brebasis kekerasan dan kebencian menjadi tempat beraktivitas. Ia berharap dalam konteks mitigasi terutama untuk menyaring setiap informasi di media sosial. Pasalnya dunia maya telah menjadi ruang publik, maka penjahat pun menggunakan ruang publik dunia maya.
“Kita tidak ingin generasi muda Indonesia menjadi sia-sia dalam meraih masa depan, kalian semua adalah dambaan ayah dan bunda di rumah,” harapnya.
Boy Rafli memanda generasi muda perlu mengetahi bahwa kelompok radikal terorisme memiliki tujuan tertentu, disamping menyebarkan ideologi yaitu tujuan politik. Mereka ingin menjadi penguasa dan mereka menganggap hukum negara adalah haram untuk diikuti.
“Kepada anak muda janga lupa, kelompok ini suka membandingkan mau pilih Pancasila atau milih kitab suci. Kalau mau masuk surga pilih kitab suci, kalau mau masuk neraka pilih Pancasila. Jadi sering dibandingkan seperti itu. Jadi jangan terpancing karena Pancasila sebagai falsafah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegasnya.
Sementara itu, Rektor UINSU Prof. Dr. Syahrin Harahap MA berterima kasih atas kehadiran Kepala BNPT memberikan kuliah umum tentang pencegahan radikalisme dan terorisme kepada para mahasiswa baru UINSU. Menurutnya, dalam kajian akademis, radikalisme itu sangat terkait dengan pemikiran. Dimulai dengan pemikiran, kemudian ada keyakinan terhadap hasil pemikiran, maka muncullah radikalisme dalam tubuh seseorang.
“Karenanya kehadiran kepala BNPT ke UINSU saya kira sudah tepat dan masuk kepada jantung dari persoalan perkembangan radikalisme. Kami berterima kasih kepada kepala BNPT dan BNPT secara institusional dan kami berharap kunjungan beliau memberikan dasar-dasar, bekal kepada mahasiswa agar mereka betul-betul terhindar dari radikalisme dan memiliki wawasan kebangsaan yang tinggi.
Hadir pada kegiatan itu, Wakil Rektor 1 Prof. Dr. Hasan Asari, MA, Wakil Rektor II Dr. Hasnah Nasution, MA, Wakil Rektor III Dr. Nispul Khairi, M.Ag, serta jajaran civitas akademika lainnya. Dari pihak BNPT, hadir Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Mayjen TNI Nisan Setiadi, SE, Direktur Deradikalisasi Prof. Dr. Irfan Idris, Kasubdit Kontra Propaganda Kolonel Pas Sujatmiko, Kasubdit K Bina Masyaakat Kolonel Sus. Drs. Solihuddin Nasution. Juga hadir tokoh agama Habib Abu Bakar Assegaf dan KH Rafiudin, pimpinan Pondok Pesantren Al Falah Lebak. BK/Man