Jakarta, BK – Jagad maya masih disibukkan dengan berbagai konten narasi yang bernuansa hasutan, cacian, provokasi dan adu domba. Banyak sekali kasus hukum di Indonesia yang terkait dengan ujaran kebencian.Karena itulah, momentum Tahun Baru 1 Muharram 1444 Hijriah, umat diajak untuk menjadi manusia digital untuk hijrah dari narasi kebencian dan perpecahan.
Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia (UI), Dr Devie Rahmawati, S. Sos, M. Hum, menilai sejak era pandemi Covid-19 masyarakat Indonesia mengalami kondisi ‘mendadak digital’. Akibatnya masyarakat seakan belum siap untuk hidup dan bermasyarakat di dua dunia baik dunia maya dan dunia nyata.
“Kita ini mendadak digital, sehingga tidak siap harus hidup di dua dunia baik dunia maya dan dunia nyata. Kalau sopan santun, tata krama di dunia nyata kan kita dari kecil sudah dilatih, tapi kehidupan di ruang digital, kita belum tahu bagaimana cara hidupnya,” ujar Dr Devie Rahmawati, di Jakarta, Jumat(29/7/2022).
Untuk itu masyarakat dituntut untuk menjadi manusia digital yang memiliki empat aspek dalam dirinya. Itu penting agar mampu hidup dan bersosialisasi dengan baik khususnya di ruang dunia maya, yaitu keterampilan, etika, budaya, dan keamanan digital.
“Kalau empat aspek ini dikuasai maka insya Allah masyarakat akan aman dan nyaman. Jangan hanya menekankan pada aspek keterampilan, tapi lupa aspek etika, budaya dan keamanan digital. Sehingga empat hal itu sebagai pilar yang wajib dikuasai kalau ingin hidup paripurna dan sempurna di ruang digital,” jelasnya.
Ia menilai, dewasa ini sering dijumpai kasus dan fenomena yang cukup miris, dimana banyak tokoh dan elit yang justru membuat kegaduhan di jagat maya melalui narasi kebencian yang menjurus pada perpecahan di masyarakat.
Hal ini semakin diperparah dengan karakter sosial masyarakat Indonesia, yaitu patron-klien atau ‘lokomotif-gerbong’, yang membuat masyarakat cenderung lebih sering mengikuti apa yang dicontohkan oleh elit, penguasa atau pemimpinnya.
“Kehadiran para tokoh dan elite menjadi krusial, karena Indonesia inikan karakter sosialnya patron-klien, atau lokomotif-gerbong. Sehingga cara percepatannya adalah terlebih dahulu memastikan para tokoh, elit itu memiliki empat hal tadi itu. Karena mereka akan menjadi contoh,” katanya.
Menurut Devie, merupakan kelompok yang dicirikan dengan 4K, yaitu kekuasaan, kekayaan, ketenaran dan kewibawaan yang dalam hal ini tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat. Dan kelompok 4K, menurutnya merupakan kelompok yang berperan besar dalam percepatan hijrah dari narasi kebencian menuju jagad maya yang positif.
“Orang 4K atau elit ini harus yang duluan kita bantu agar memiliki sikap yang paripurna di ruang digital, yang kita sebut dengan cakap digital. Begitu 4K ini punya kecakapan digital tadi, insyaallah masyarakat kita akan ngikut dan lebih mudah,”ujar Ketua Program Studi (Prodi) Vokasi Komunikasi UI ini. BK/Man