Perlu Desain Perlindungan Anak dari Virus Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme

Kak Seto.

Loading

Jakarta, BK – Radikalisme dan terorisme kerap ditanamkan sejak dini kepada anak-anak baik di lingkungan sekolah, pertemanan maupun keluarga. Proses radikalisasi di usia dini sengaja dilakukan karena anak memiliki daya reseptif yang kuat dalam menerima berbagai hal baru. Sehingga diperlukan desain perlindungan yang massif bagi anak guna terhindar dari virus intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Prof. Dr. H. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si., atau akrab dipanggil Kak Seto mengatakah, desain perlindungan yang terbaik bagi anak dari virus tersebut adalah dengan menanamkan nilai-nilai toleransi dan keberagaman sejak dini kepada anak.

“Dengan menanamkan pada anak-anak bahwa setiap anak itu berbeda, unik, otentik dan tak terbandingkan. Sehingga anak-anak itu dari kecil belajar dan diajarkan untuk saling menghargai perbedaan,”ujar Kak Seto di Jakarta, Jumat (22/7/2022).

Menurutnya, dengan cara demikian maka setelah dewasa, anak tidak akan memaksakan kehendaknya atau keinginannya sendiri. Tapi dia akan bisa menghargai pandangan dan perbedaan-perbedaan yang ada di tengah-tengah masyarakat.

Ia menambahkan, manakala virus radikalisme dan intoleransi ini ditanamkan pada anak sejak usia dini, maka mereka akan menerima pandangan-padangan yang keliru mengenai persatuan bangsa. Hal ini tentu sangat berbahaya sekali.

Pasalnya ungkap Kak Seto, hal tersebut akan berakibat fatal tatkala menyerang anak-anak muda yang nantinya menjadi penerus perjuangan dan pembangunan di negeri ini. Terlebih, kelompok radikal dewasa ini kerap menarget anak-anak sebagai kelompok yang mudah dipengaruhi,

“Para radikalis itu memang menuju ke anak-anak. Dimana anak-anak ini sangat mudah untuk dipengaruhi, dibohongi, diputarbalikkan dan sebagainya yang seolah-olah sebagai suatu yang penuh dengan kasih sayang,” jelas Kak Seto.

Ia juga mengkritisi fakta bahwa radikalisme pada anak justru datang dari dunia Pendidikan, baik informal maupun formal pada sekolah-sekolah yang didesain khusus untuk kaderisasi kelompok yang menginginkan ideologi selain Pancasila.

“Baik itu pendidikan informal dalam keluarga, pendidikan non-formal mungkin yang mungkin dapat terjadi dalam pertemuan-pertemuan seperti RT/RW dan sebagainya. Tentunya ini yang harus diwaspadai dalam memilih sekolah atau Lembaga Pendidikan agar para orang tua tidak salah pilih dalam menyekolahkan anak-anak kita,”ujar Guru Besar bidang Ilmu Psikologi Universitas Gunadarma ini.

Hal ini harus menjadi tanggungjawab bersama. Tidak hanya keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak namun juga lembaga Ppendidikan formal. Selain itu, para guru dan masyarakat luas harus menyadari urgensi dalam menjaga anak dari pengaruh paham radikal.

Ia mengibaratkan dalam melindungi anak ini perlu orang sekampung. Pertama adalah keluarga, orang tua dalam hal ini. Kedua adalah sistem pendidikan di sekolah dan para guru. Kemudian yang ketiga adalah juga masyarakat luas untuk saling melindungi anak-anak kita. Dan kemudian berikutnya yang kelima adalah pemerintah.

Kak Seto mengungkapkan untuk memaksimalkan perlindungan anak maka perlu juga ditanamkan rasa percaya diri, bersyukur dan menghargai diri sendiri serta orang lain agar tidak mudah terbawa pengaruh virus radikalisme.
Selain tin, anak-anak harus belajar percaya diri, belajar penuh rasa syukur, menghargai potensi masing-masing dan kemudian juga belajar menghargai orang lain. Untuk itu di dalam keluarga mohon dibiasakan orang tua juga tidak memaksakan suatu prestasi tertentu.

Ia juga mengingatkan bahwa orang tua harus paham dan menghargai bahwa setiap anak cerdas pada bidangnya masing-masing. Mungkin seperti ada yang pintar matematika, ada yang pintar menyanyi, pintar menari, pintar menggambar, pintar olahraga dan sebagainya. Potensi-potensi yang dimiliki masing masing anak seperti itu yang harusnya orang tua bisa menghargai,

Untuk itu, imbuh Kak Seto, LPAI telah melakukan upaya nyata guna melindungi anak dari paham tersebut dengan memberikan penyuluhan bagi para orang tua, guru dan remaja mengenai pentingnya membangun karakter anak sejak dini, yaitu karakter profil pelajar Pancasila.

“Pertama akhlak mulia, kemudian Kebhinekaan global, dimana anak anak dituntut untuk dapat mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitas. Namun tetap berpikiran terbuka ketika berinteraksi dengan budaya lain,” ucapnya,
Kemudian, lanjutnya, gotong royong, mandiri, kritis, dimana anak-anak diharapkan akan dapat mengasah kreativitas dengan menerapkan pemikiran kritis, kemudian diolah menjadi inovasi baru yang bermanfaat bagi banyak orang, dan terakhir kreatif.

Selain itu, LPAI juga aktif mengadakan seminar, webinar dan talk show. Hal itu dilakukan dengan bekerjasama dengan beberapa Kementerian dan Lembaga Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, juga dengan lembaga-lembaga pendidikan negeri maupun swasta serta bersama LPAI yang ada di daerah.

Guna memaksimalkan upaya LPAI dalam perlindungan anak dari virus radikalisme, tutur Kak Seto, pihaknya juga akan bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai stakeholder dalam penaggulangan paham radiakl terorisme dan intoleransi di Indonesia.

“Bagaimanapun juga kita semua wajib untuk melindungi anak- anak kita dari paham berbahaya tersebut demi mewujudkan anak-anak yang nantimya dapat memajukan dan membangun negeri ini,” pungkas Kak Seto. BK/Man

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *