JAKARTA, BK – Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta segera menangani kasus dugaan korupsi kredit macet yang diberikan Bank Mandiri kepada PT Titan Infra Energy atau Titan Group. Dugaan praktik korupsi ini ramai dibicarakan seusai Bank Mandiri ditinggalkan salah satu Direkturnya yakni Royke Tumilaar yang kini menjabat Direktur Utama Bank BNI.
Laporan dugaan korupsi ini dilayangkan Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) beberapa waktu lalu. Namun hingga kini belum ada penjelasan tindaklanjut dari Kejagung.
Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Supardji Ahmad mendesak Kejagung untuk mengusut laporan terkait dugaan korupsi ini. “Seharusnya Kejagung menindak lanjuti laporan tersebut,” katanya di Jakarta, Senin (27/06/2022).
Dia juga meminta Kejagung untuk menyampaikan perkembangan perkara dugaan korupsi yang dilaporkan jika memang perkara ini sudah ditangani atau jika ditemui kendala-kendala yang menyebabkan belum adanya proses terkait laporan tersebut.
“Ini penting karena untuk merespon laporan adanya dugaan tipikor, Kejagung juga harus terbuka. Jika ada laporan harus ditindaklanjuti jika memang laporan tersebut tidak memenuhi kualifikasi setelah di ferivikasi perlu disampaikan agar publik mengetahui mengingat publik sudah mengetahui adanya laporan,” jelasnya.
Menurutnya dengan tidak diungkapkan setiap laporan yang dilayangkan publik, maka akan menjadikan nilai negatif bagi kejaksaan.
“Jangan sampai publik bertanya tanya bagaimana nasib laporan ini. Ini menjadi transparansi dan menjadi trush kepada Kejagung,” tegasnya.
Dia menegaskan kinerja Kejagung tengah dipandang positif oleh publik, karena banyak kasus besar yang diungkap dengan tegas alias tanpa panda bulu.
“Publik sudah sangat positif terhadap kinerja Kejagung, tuntutannya sangat berani bahkan sampai hukuman mati, transparansi, makannya harus dirawat supaya trush publik terjaga dan terus meningkat,” tutupnya.
Sebelumnya, Koordinator Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Arifin melaporkan dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kredit PT Titan Infra Energy (Titan Group) di Bank Mandiri senilai 266 juta dolar AS atau Rp3,9 triliun.
Menurutnya, kredit tidak hanya di Bank Mandiri, namun juga diberikan oleh sindikasi bank sebagai kreditur lain.
Arifin mengungkapkan, kredit yang diberikan ini menjadi macet lantaran adanya dugaan tindak pidana penggelapan. Sehingga, perjanjian kredit yang seharusnya PT Titan Group menyetorkan 20% hasil penjualan batu bara sebagai pembayaran utang namun tidak disetorkan.
Dia berharap Kejagung untuk bisa melakukan penyelidikan terhadap kasus kredit macet PT Titan Infra Energi demi menyelamatkan uang negara yang ada di Bank Mandiri.(Chard)