Utama  

Awal Jatuhnya Jakerta Dari Wilayah Kedaulatan Banten ke Tangan VOC

Loading

Oleh: Agam Pamungkas Lubah

Sebelum Jakerta jatuh ke tangan kompeni, wilayah teritorial Kesultanan Banten cukup luas. Banten adl salah satu kerajaan terluas di ujung Barat pulau Jawa setelah runtuhnya Padjajaran. Kisah ini termuat dlm Kronik Banten yg ditulis pertama kali pd tahun 1662-1663 dan mengalami beberapa kali perubahan. Kronik ini disusun dlm bentuk tembang dan prosa, yg kesemuanya merupakan percakapan antara ‘Sandimaya’ terhadap ‘Sandisastra’ tentang Sejarah Banten. Percakapan ini memuat tentang kurun waktu berdirinya kerajaan Pajajaran, penyebaran Islam, sampai Sejarah Banten.

Dalam pupuh XVIII diceritakan bahwa Sunan Gunung Jati dan Putranya Maulana Hasanudin berangkat dari Demak ke arah Barat dan berhasil mengislamkan Banten serta berkuasa atas tanah Banten. Setelah itu ia pergi ke Pakuan ut mengislamkan daerah tersebut.
Perjalanan ini terjadi pada hari ahad 1 Muharam tahun Alip dng Sengkala: “Bumi Rusak Rekeh atau Mangke Iki”.

Usaha ini pun berhasil dan Sunan Gunung Jati membagi kerajaan baru tsb. Daerah yg terletak di Timur Krawang masuk dlm wilayah Paguwati. Sedang sebelah Barat Krawang diserahkan kpd Banten.

Sementara itu disebutkan bahwa Jawa Barat saat itu hanya ada dua kerajaan besar yaitu Banten dan Cirebon.
Dalam pupuh ini masih diceritakan pula bahwa Hasanudin mempunyai 3 orang putra:
1. Ratu Pembayun menikah dng Ratu Bagus Angke dan ditempatkan di Angke (cikal bakal Jakerta)

2. Pangeran Arya, yg kemudian diminta Sultan Demak dan dikenal dng Pangeran Jepara

3. Pangeran Yusuf, cikal bakal trah kesultanan Banten

Dalam tradisi lain disebutkan juga bahwa Falatehan/Fatahilah adl tokoh yg membagi wilayah kerajaan  tsb. Putra tertuanya Hasan yg menikah dng permaisuri Demak mendapat wilayah Cirebon. Putra keduanya Baradin mendapat Banten dan Putra ketiga dr selir bernama Kali Jantan mendapat daerah Citarum sampai sungai Tangerang. Putra terakhir inilah  kemudian mengambil gelar Raja Jakerta.

Namun terlepas dr semua berita tersebut sy hanya menggunakan anilisis berita berdasarkan yg termaktub dlm Kronik Banten. Krn pendekatan kajian ilmiahnya berdasarkan tulisan yg lahir dr masyarakat Banten itu sendiri melaui Kronik Banten.

Di dalam pupuh XIX diceritakan awal mula kedatangan kapal2 Belanda di pelabuhan Angke di bawah pimpinan Kapitan Jangkung. Pangeran Jakerta saat itu yg bernama Kawis Adimarta memberi ijin ut mendirikan kantor dagang di pelabuhan itu. Namun kebaikan sang Pangeran dibalas dng air tuba.
Dalam pupuh XXI diceritakan awal mula terjadinya peperangan antara Pangeran Jakerta dng kompeni. Kapiten telah menembaki istana (dalem) sehingga mengalami kerusakan yg cukup parah. Dan ut perbuatannya itu Kapiten meminta maaf kpd Sultan dan bersedia mengganti kerugian sebesar 1000 real. Namun kejadian tsb terjadi berulang2 kali sehingga Pangeran Jakerta harus membalasnya kembali dng serangan ke kapal2 kompeni. Peperangan pun tak dapat dihindarkan. Banyak korban berjatuhan dikedua bela pihak. Namun disebabkan persenjataan yg kurang memadai, belum ditambah keahlian berperang yg masih minim, pasukan Pangeran Jakerta berhasil dipukul mundur dan kompeni berhasil merebut Jakerta.

Kejadian tersebut terdengar sampai ke Surosowan Banten. Karena pertempuran yg tak seimbang inilah maka Sultan Banten pun mengirimkan utusan ke Jakerta ut menjemput Pangeran Jakerta beserta keluarga dan punggawa2nya kembali ke Banten. Dan dlm kronik ini disebutkan satu persatu para punggawa yg mengiringi Pangeran Jakerta menuju Banten.

Dengan demikian kompeni berhasil menguasai Jakerta dan merubah nama Jakerta menjadi Batavia. Mereka kemudian mendirikan Benteng, meriam2 disiapkan dan ditempatkan dlm tiga baris melintang mata angin. Dan mengenai jatuhnya Jakerta ini ke tangan kompeni dituliskan pula dlm sejarah Banten dng Sengkala: “tanpa warna tata iku”.

Wallahu a’lam bi shawab
Semoga manfaat

“Padepokan Roemah Boemi Pamoelang”
01 Mei 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *