Jakarta, BK – Bulan ini terasa amat spesial. Ketika umat Islam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan, umat Kristiani juga memperingati rangkaian Trihari Suci Paskah. Dua peristiwa ini menjadi momentum bagi kedua umat beragama dan seluruh umat pada umumnya untuk terus memupuk cinta kasih dan toleransi sembari membuang arogansi beragama untuk meraih kemenangan diri.
Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Pdt. Jimmy Sormin, MA, menilai sukacita kedua umat beragama dalam menjalani ibadah di bulan Ramadan dan Trihari Suci Paskah akan sia-sia tatkala umat masih belum bisa memenangkan diri dari nafsu, kebodohan, egoisme, dan arogansi beragama.
“Sia-sia perayaan kerohanian ini jika kita masih saja membangun kebencian, membangun dan mempertahankan ego,” ujar Pdt. Jimmy Sormin, MA di Jakarta, Jumat (15/4/2022).
Ia melanjutkan, dalam konteks kekristenan, Trihari Suci khususnya dalam momen Jumat Agung sejatinya dimaknai sebagai momen untuk mengingat pengorbanan Kristus di kayu salib untuk menebus serta menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Bahwa cinta kasih dibuktikan melalui pengorbanan.
“Hikmah yang bisa diambil dari peristiwa ini bahwa, kasih itu yang paling besar buktinya adalah pengorbanan. Jadi peristiwa kebahagiaannya itu justru di Paskah, ketika manusia diselamatkan dari kuasa dosa,” terangnya.
Dijelaskannya, pengorbanan yang dilakukan Yesus sejatinya menunjukkan cinta kasihnya kepada umat tak bersyarat yang melampaui segala yang ada di dunia ini. Jimmy berpendapat, bahwa umat Kristen harus bisa meneladani sikap mau berkorban untuk sesama, mau mengampuni, meminta maaf, serta berbagi dengan apa yang ada diri kita, berbagai kepada yang lemah sebagai bentuk pengorbanan.
“Jika kita tidak mampu mengampuni orang yang bersalah dengan kita, alangkah egoisnya jika tidak bisa melepaskan segala keangkuhan dari dalam diri kita. Kalau Tuhan saja mau berbuat demikian (pengorbanan), mengapa kita tidak berupaya,” jelasnya.
Jimmy menambahkan dalam konteks perayaan kerohanian kedua umat beragama, hendaknya umat dapat memanfaatkan untuk mengintropeksi diri, serta berbenah diri menghayati bagaimana hubungan kepada sesama umat dan sesama manusia.
“Jadi ambil waktu untuk berkontemplasi, untuk mengintropeksi diri, bagaimana kita membangun semangat cinta kasih, saling toleransi. Di momen ini kita mengupayakan mengontrol arogansi kita, egosentrisme, mengontrol diri agar menjadi lebih baik,” tuturnya.
Untuk membangun cinta dan toleransi, Jimmy menilai perlu kesungguhan dari setiap individu sebagai masyarakat Indonesia yang hidup ditengah keberagaman. Sehingga perdamaian dan kerukunan bukan hanya sebuah kamuflase, namun tertanam dalam karakter dan keseharian umat.
Dengan momen yang penuh sukacita ini, Jimmy menilai perlu adanya peran dari pemerintah dan tokoh agama untuk terus menjaga kerukunan umat serta untuk membangun cinta kasih agar umat menang atas segala ego diri, memutus semua mata rantai kebencian atau segala arogansi tadi demi menyongsong Indonesia yang adil, aman damai dan berkemajuan.
“Di sini tokoh agama harus bisa sama-sama merendahkan hati bersama pemerintah, membangun niatan itu (cinta kasih, memenangkan egoisme diri dan segala arogansi) dan mengimplementasikan niatan baik yang diharapkan dari peristiwa kerohanian ini,” ujarnya.
Ia berpesan kepada segenap umat beragama untuk bersama membangun tatanan kehidupan yang berkeadaban, sebagaimana peristiwa Ramadan dan Paskah mengajarkan umat untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi, bukan pribadi yang mundur dalam cara berpikir maupun dlaam beriman.
“Marilah kita mengambil momentum ini untuk saling membangun, berbagi, berkolaborasi, menyumbangkan, mengkontribusikan energi positif kita untuk kemaslahatan, karena ketika kita bisa hidup rukun dan damai maka pasti kesejahteraan, kemajuan bangsa akan mungkin bagi kita,” pungkas Jimmy. BK/Man
447 total views