Gaungkan Dakwah dan Nasionalisme di Mimbar Digital

Loading

Jakarta, BK – Penceramah sejatinya harus mengembangkan ajaran dan nilai yang bisa merawat persaudaraan keagamaan dan semangat kebangsaan di mimbarnya bahkan sampai kepada dunia digital. Sebagaimana konsep hubbul wathan minal iman dalam Islam, nasionalisme bukanlah suatu hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Hal ini penting digelorakan agar negara tetap utuh dan aman sebagai tempat nyaman untuk aktifitas kehidupan seluruh umat beragama.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), H. Dr. Arsul Sani, SH, M.Si dalam mimbar digital, penceramah yang berdakwah dengan menggelorakan nasionalisme sangat sedikit. Beda dengan penceramah yang antipati terhadap nasionalisme dan kebangsaan yang jumlahnya sangat banyak.

“Kalau bandingannya dibandingkan, yang nasionalis memang masih kalah massif. Ini harus kita tingkatkan dan gaungkan lagi kepada penceramah tentang keharusan mereka berdakwah dengan semangat nasionalisme, terutama di mimbar digital. Faktanya saat ini juga banyak penceramah ataupun mubaligh yang dalam ceramahnya justru malah anti-nasionalisme dan memanfaatkan platform media sosial,”ujar Dr. Arsul Sani, SH, M.Si, di Jakarta, Jumat (18/3/2022).

Ia melanjutkan, pemanfaatan platform digital oleh penceramah masih menjadi kendala kurang massifnya diseminasi dakwah terkait konsep hubhul wathon minal iman atau nasionalisme. Ia menilai, sebenarnya banyak penceramah maupun ustad-ustad yang mengangkat syiar dakwah nasionalisme, namun sayangnya kurang familiar dengan teknologi.

“Masih banyak yang belum familiar dengan teknologi dan platform informasi. Sehingga dakwah yang isinya moderat dan mengangkat semangat nasionalisme itu menjadi tidak tersebarkan. Karena tidak tersebarkan, maka dinilai kurang tergelorakan,” jelas anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Oleh karenanya, ia menilai permasalahan ini bisa diatasi melalui memberikan fasilitas dalam hal diseminasi, dengan mendorong penyebaran konten dakwah positif di ruang-ruang digital sebagaimana urgensi dalam hal penyebaran dakwah tentang nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.

“Karena itu perlu di fasilitasi termasuk juga oleh pemerintah dalam hal ini termasuk oleh BNPT (Badan Nasional Peannggulangan Terorisme). Potongan ceramah-ceramah pendek atau film yang berisi konsep tentang bahwa nasionalisme itu kompatibel dengan ajaran Islam. Itu harus disebarkan,” tutur Arsul.

Arsul juga menjelaskan, betapa pentingnya untuk memasifkan persebaran konten dakwah terkaiat nasionalisme dan persaudaraan. Ditambah lagi seharusnya sudah tidak ada keraguan, karena antara nasionalisme dan agama itu bukanlah hal yang kontradiktif.

“Dalam Islam sendiri ada konsep hubhul wathon minal iman, yang artinya cinta tanah air itu sebagian dari iman. Kemudian juga di dalam berbagai kitab tentang Ahkam As Sultaniyyah, hukum tata negara itu juga ada ajaran ketaatan terhadap pemerintahan,” jelasnya.

Bahkan dalam Al-Quran tertulis, ati’ullah wa ati’urrasul wa ulil amri minkum dimana salah satu bentuk nasionalisme itu adalah dengan tidak mengembangkan ketidaktaatan kepada pemerintah. Sehingga nasionalisme menjadi kompatibel dengan ajaran agama khusunya Islam.

“Nah salah satu bentuk nasionalisme itu tertuang dalam Al- Quran adalah taat kepada pemerintah. Namun, jika dalam pemerintahan itu ada hal yang perlu dikritisi dan perlu dikoreksi ya maka itu tetap harus dilakukan, tidak dalam kerangka merusak nasionalisme,” ujar Arsul.

Sehingga, Arsul menegaskan pentingnya kerjasama antara pemerintah dan penceramah maupun ustad-ustad di berbagai daerah dalam rangka menyebarkan konten syiar tentang nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.

“Dan itu tadi harus disebarkan. Kenapa? Karena kita tidak boleh hanya mengandalkan salah satu pihak saja. Karena masyarakat itu juga belum sampai bisa memikirkan atau paham kearah sana (konten dakwah radikal atau bukan). Dan ini sudah menjadi kewajiban kita semua untuk terus-menerus mengingatkan masyarakat itu,”tegas Arsul.

Kemudian, menurutnya perlu ditingkatkan komunikasi dan silaturahmi antara pemerintah untuk berdialog baik dalam kegiatan formal maupun non-formal dalam rangka berbagi ide dan pemikiran.

“Menurut saya, jajaran pemerintahan perlu meningkatkan silaturahminya, berdiskusi dan berbagi ide. Di samping itu juga termasuk memanfaatkan platform media sosial untuk kemudian menyebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin dan semangat nasionalisme,” papar Arsul.

Peraih Doktoral dari Glasgow Caledonian University ini berpesan kepada masyarakat untuk waspada dan cermat memilih penceramah. Jangan hanya melihat penceramah itu melalui ketenarannya semata di media sosial.

“Memilih penceramah yang kritis yang berkata agak keras itu sebenarnya tidak masalah, tapi jangan hanya melihat popularitas. Dan masyarakat juga harus berani katakan ‘Tidak’ jika isi dakwah dari penceramah itu mempersoalkan empat konsensus bernegara yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” tandas Asrul Sani. (BK/Man)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *