Agama Pedoman Perdamaian dan Anti Kekerasan

Loading

Surakarta, BK – Kecamuk perang dan konflik yang terjadi di berbagai negara hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat Indonesia tentang mahalnya harga sebuah perdamaian. Sebagai bangsa relijius yang menjunjung tinggi nilai agama, sudah sepatutnya agama dijadikan sumber inspirasi menyemai perdamaian, bukan dipolitisir untuk menghalalkan kekerasan.

Dosen Pascasarjana bidang Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam dari Universitas Nahdatul Ulama (UNU) Surakarta, Dr. H. Amir Mahmud, M. Ag menerangkan bagaimana seharusnya agama berperan menjadi sumber inspirasi bagi perdamaian dan anti terhadap kekerasan di tengah bangsa Indonesia yang beragam.

”Sebagai orang yang beragama, kita harus cinta kepada kedamaian dan menjauhkan dari segala macam hal-hal yang bisa mendatangkan kepada pertikaian, perpecahan dan sebagainya,” ujarnya di Surakarta, Kamis (3/3/2022).

Menurutnya, semua agama yang ada di dunia ini membawa pesan perdamaian dan anti-kekerasan. Karena itu sudah semestinya masyakat Indonesia yang beragama dan relijius dapat menjadikan agama sebagai pedoman perdamaian.

Sebagai orang yang pernah hidup di daerah konflik yaitu di Afghanistan, Amir Mahmud yang juga lulusan Akademi Militer Afghanistan ini membagikan pengalaman berharganya tentang betapa berharganya hidup di tengah bangsa yang damai.

”Begitu sulitnya kita sebagai manusia untuk melakukan komunikasi dan untuk beraktivitas di dalam kehidupan bermasyarakat (ditengah konflik). Selalu ada rasa ketakutan, rasa ketidaknyamanan bahkan permusuhan terhadap satu sama lainnya,” terang Direktur Amir Mahmud Center yang bergerak dalam bidang kajian Kontra Narasi dan Idiologi dari paham Radikal Terorisme ini.

Ia menilai, konflik-konflik yang menyeruak di berbagai negara banyak dipicu oleh kepentingan politik dan kurangnya rasa menghargai terhadap perbedaan. Kondisi seperti itu seringkali berujung pada kehancuran dan kerugian bagi diri sendiri dan masyarakat luas.

“Masyarakat kita harus banyak belajar dari berbagai konflik yang ada di berbagai negara. Jangan sampai masyarakat kita mudah diadu domba dan dipecah belah oleh kepentingan politis dan juga perbedaan yang dapat menimbulkan konflik,” ujarnya.

Di era post-truth dan media sosial saat ini, katanya,i masyarakat cenderung sering terlibat kepada perselisihan dan praktik intoleransi yang kerap menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

Untuk itu, perlu ada cara efektif untuk menyadarkan masyarakat betapa berbahayanya mengedepankan egoisme demi kepentingan kelompok maupun politis. Itu penting agar masyarakat tidak mudah terprovokasi maupun diadu domba oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

“Seluruh komponen harus dapat mengontrol dirinya. Jangan mudah terprovokasi ataupun adu domba yang dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang tidak suka adanya perdamaian yang ingin menghancurkan bangsa ini,” ujarnya. (BK/Gombol)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *