JAKARTA, BK – Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melakukan penahanan terhadap 2 tersangka dalam kasus dugaan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tahun 2013 – 2019.
Kedua tersangka yakni, PSNM selaku Mantan Relationship Manager Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tahun 2010 – 2014 sekaligus Mantan Kepala Departeman Pembiayaan UKM LPEI tahun 2014 – 2018 dan DSD selaku Mantan Kepala Divisi Analisa Risiko Bisnis II tahun 2015 – 2019.
“Untuk mempercepat proses penyidikan terhadap 2 tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan sejak 13 Januari 2022 sampai dengan 01 Februari 2022,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Kamis (13/01/2022).
Leo menyebutkan penahanan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Nomor: 06/F.2/Fd.2/01/2022 untuk tersangka PSNM. Sementara penahanan tersangka DSD berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: 07/F.2/Fd.2/01/2022.
“Kedua tersangka ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung,” ujarnya.
Leo menjelaskan, kasus yang menjerat kedua tersangka bermula ketika LPEI dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional telah memberikan pembiayaan kepada para debitur tanpa melalui prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) dan tidak sesuai dengan aturan kebijakan perkreditan LPEI sehingga berdampak pada meningkatnya Kredit Macet/Non-Performing Loan (NPL) tahun 2019 sebesar 23,39% dan berdasarkan laporan keuangan LPEI per 31 Desember 2019 yang mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 Triliun.
Kemudian, lanjutnya, LPEI dalam memberikan fasilitas pembiayaan kepada 8 group (terdiri dari 27 perusahaan) yaitu: Group Walet terdiri dari 3 perusahaan, yakni CV Mulia Walet Indonesia yang diawal memperoleh pembiayaan sebesar Rp90 Miliar dan kemudian di take over ke PT Mulya Walet Indonesia, sehingga jumlah pembiayaan sebesar Rp175 Miliar. Lalu, PT Jasa Mulya Indonesia memperoleh pembiayaan Rp276 Miliar dan PT Borneo Walet Indonesia memperoleh pembiayaan Rp125 Miliar.
“Untuk Group Walet total fasilitas pembiayaan yang diberikan LPEI sebesar Rp576 Miliar. Dimana dari perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara maka penyidik menetapkan tersangka,” ujarnya.
Sementara Group Johan Darsono, terdiri dari 12 perusahaan, yakni PT Kemilau Kemas Timur menerima pembiayaan sebesar Rp200 Miliar, CV Abhayagiri Timur menerima pembiayaan sebesar Rp15 Miliar, CV Multi Mandala menerima pembiayaan sebesar Rp15 Miliar, CV Prima Garuda menerima pembiayaan sebesar Rp15 Miliar, CV Inti Makmur menerima pembiayaan sebesar Rp15 Miliar, PT Permata Sinita Kemasindo menerima pembiayaan sebesar Rp200 Miliar, PT Summit Paper Indonesia menerima pembiayaan sebesar Rp199,6 Miliar, PT Ellite Paper Indonesia menerima pembiayaan sebesar Rp200 Miliar, PT Everbliss Packaging Indonesia menerima pembiayaan sebesar Rp200 Miliar, PT Mount Dreams Indonesia menerima pembiayaan sebesar Rp645 Miliar, PT Gunung Geliat menerima pembiayaan sebesar US$ 30 Juta atau Eqv. IDR (*kurs:11.500) senilai Rp 345 Miliar dan PT Kertas Basuki Rahmat menerima pembiayaan sebesar US$ 45 Juta atau Eqv. IDR (*kurs:11.500) senilai Rp460 Miliar.
“Bahwa untuk Group Johan Darsono, total Fasilitas Pembiayaan yang diberikan LPEI sebesar lebih kurang Rp2,1 Triliun,” katanya.
Leo menambahkan, dari dua group tersebut perhitungan sementara penyidik mengakibatkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp2,6 Triliun.
“Untuk pastinya saat ini masih dilakukan perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPK,” pungkasnya. (BK/Chard)