Oleh Ayu Oktaviani
MENTERI Kesehatan Selandia Baru Dr Ayesha Verrall baru saja mengumumkan kalau 2027 masyarakat yang saat ini berusia 14 tahun ke atas tidak akan bisa membeli rokok seumur hidupnya. Aturan tersebut rencananya akan diupayakan tahun depan dan merupakan bagian dari Smokefree 2025 Action Plan. Selandia Baru melarang masyarakat selepas kelahiran tahun 2004 untuk merokok. Selandia baru memang bertekad mencapai tujuan nasional untuk mengurangi tingkat merokok menjadi 5% pada tahun 2025.
Dengan aturan ini maka orang yang sekarang merokok masih bisa membeli rokok. Namun, pemerintah bakal terus meningkatkan batas usia merokok secara bertahap sehingga menghilangkan sama sekali perokok di negara tersebut.
Ayesha juga mengatakan bahwa pemerintah ingin generasi muda penuh dengan semangat dan kaya akan cita – cita dan menghilangkan dampak dari bahaya merokok. Di Selandia Baru sendiri, 13 % orang dewasa merokok dengan tingkatan yang jauh lebih tinggi diantara penduduk asli Maori, dimana jumlahnya melonjak hampir sepertiga. Pemerintah selandia baru mengupayakan agar masyarakat di lingkungannya bebas dari asap rokok, kementerian Selandia Baru juga mengatakan merokok menyebabkan satu dari empat kanker yang penyebab utamanya kematian dapat dicegah bagi lima juta penduduknya yang kuat. Oleh sebab itu pemerintah menekankan hidup sehat dan bebas rokok karena tidak ingin kehilangan generasi emas mereka.
Belum lagi kematian per tahun disumbangkan dari para perokok aktif sekitar 15 %. Dengan adanya gagasan ini, peraturan kementerian Selandia Baru tersebut tentu membuat penjualan rokok – rokok dibatasi. Misal , ada 1.000 store maka akan dikurangi menjadi 300 store saja. Salah satu gerakan dari pemerintah Selandia Baru adalah mengambil kebijakan berbeda terkait produk tembakau alternatif dalam mewujudkan program bebas asap rokok 2025. Dengan terbukanya pemerintah atas kehadiran produk yang menerapkan konsep pengurangan risiko seperti produk tembakau alternatif.
Dukungan terhadap penggunaan produk alternatif seperti produk tembakau dipanaskan atau rokok elektrik, maupun Snus juga perlu diperkuat dengan insentif. Manager Kampanye Serikat Pembayar Pajak Selandia Baru bernama Louis Houlbrooke menyatakan, memang menentang kebijakan Badan Kesehatan Dunia WHO. Selandia Baru mengakui produk tembakau alternatif memiliki resiko 95% lebih rendah dibandingkan dengan rokok. Kementerian bahkan mengkampanyekan kepada publik bahwa produk ini untuk membantu perokok dewasa yang ingin berhenti merokok. Pemerintah tidak ragu untuk menerapkan penggunaan produk tembakau alternatif sebagai pelengkap dari strategi yang sudah dijalankan selama ini dalam mengatasi permasalahan prevalensi perokok. Gencaran pemerintah untuk mengurangi penggunaan nikotin juga mendapat banyak kritikan yang bilang kebijakan yang mengurangi kadar nikotin adiktif itu merupakan kebijakan tidak berguna. Karena itu cuma bakal bikin orang semakin membeli rokok dengan jumlah yang lebih banyak buat dapetin keperluan nikotin yang mereka inginkan. Tentu, masyarakat menengah ke bawah juga akan semakin menderita . tapi hal ini dibantahkan oleh Ayesha yang bilang kalau tidak seperti itu maka tidak akan berhenti menyebat.
Dari kebijakan tersebut memang terbukti bahwa Selandia Baru berhasil menurunkan perokok menjadi 12% di tahun 2020. Tentu dalam langkah yang diambil negara Selandia Baru sangat amat disambut seluruh dokter dan dunia kesehatan. Namun di balik langkah tersebut akan menciptakan “ Pasar Gelap “ dan transaksi ilegal lainnya untuk tembakau dan rokok semakin berkembang luas. Selain itu, Selandia baru yang menaikkan pajak rokok sampai 40% dalam empat tahun ke depan yang membuat pemerintah harus tegas dalam menerbitkan regulasi tembakau tersebut. Tetapkan cukai dan harga di atas ambang batas normal, pemberlakuan ketat bagi pembeli atau konsumen dan regulasi tempat atau outlet penjual. Tentu akan menjadi kebiasaan, ya bagaimana jadinya kalau peraturan ini ada di Indonesia dan dampaknya? (Penulis adalah Mahasiswa Unisma Bekasi)