JAKARTA, BK – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur menuntut human mati terhadap Heru Hidayat, terdakwa kasus korupsi PT Asabri sebesar Rp 22,7 Triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyatakan pemberatan pidana atas perbuatan terdakwa Heru Hidayat karena dalam kasus tersebut telah berakibat kerugian keuangan negara sebesar Rp 22.788.566.482.083, dimana atribusi dari kerugian keuangan negara yang dinikmati Heru Hidayat sebesar Rp 12.643.400.946.226.
“Nilai kerugian keuangan negara dan atribusi yang dinikmati oleh terdakwa Heru Hidayat sangat jauh diluar nalar kemanusiaan dan sangat menciderai rasa keadilan masyarakat,” kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam siaran persnya, Selasa (07/12/2021).
Selain itu, kata Leo, Heru Hidayat juga telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp 16.807.283.375.000. Untuk kasus ini, atribusi yang dinikmati oleh Heru Hidayat sebesar Rp 10.728.783.375.000.
Menurut Leo, skema kejahatan yang telah dilakukan Heru Hidayat di kasus PT Asabri maupun dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya, sangat sempurna sebagai kejahatan yang complicated dan sophisticated.
“Karena dilakukan dalam periode waktu sangat panjang dan berulang-ulang, melibatkan banyak skema termasuk kejahatan sindikasi yang menggunakan instrument pasar modal dan asuransi, menggunakan banyak pihak sebagai nominee dan mengendalikan sejumlah instrumen di dalam sistem pasar modal, menimbulkan korban baik secara langsung dan tidak langsung yang sangat banyak dan bersifat meluas,” ujarnya.
Tak hanya itu, akibat perbuatan Heru Hidayat telah menyebabkan begitu banyak korban anggota TNI, Polri dan ASN/PNS di Kementerian Pertahanan yang menjadi peserta di PT Asabri. Termasuk pula korban-korban yang meluas terhadap ratusan ribu nasabah pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya.
“Perbuatan terdakwa telah mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat dan telah menghancurkan wibawa negara karena telah menerobos sistem regulasi dan sistem pengawasan di pasar modal dan asuransi dengan sindikat kejahatan yang sangat luar biasa berani, tak pandang bulu, serta tanpa rasa takut yang hadir dalam dirinya dalam memperkaya diri secara melawan hukum,” kata Leo.
Leo menambahkan, Heru Hidayat tidak memiliki sedikitpun empati dengan beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah. Bahkan sebaliknya dengan sengaja berlindung pada suatu perisai yang sangat keliru dan tidak bermartabat menyatakan bahwa transaksi di pasar modal adalah perbuatan perdata yang lazim dan lumrah.
“Terdakwa Heru Hidayat dalam persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah apalagi suatu penyesalan sedikitpun atas pebuatan yang telah dilakukannya, telah jelas mengusik nilai-nilai kemanusiaan kita dan rasa keadilan sebagai bangsa yang sangat menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan,” tukasnya.
Dalam kasus ini, Heru Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan kedua primair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Heru Hidayat juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 12.643.400.946.226 dengan ketentuan jika tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. (BK/Chard)
502 total views