Di Era Digital, Pemuda Indonesia Harus Bersatu Lawan Radikalisme dan Terorisme

Loading

Jakarta – Sumpah Pemuda tentu memiliki makna yang begitu dalam bagi mereka yang terlibat dalam pengikrarannya 93 tahun silam. Ketika itu para pemuda Indonesia dari berbagai daerah atau disebut Jong, memutuskan dan sepakat bahwa jalan yang diambil untuk bangsa ini adalah jalan persatuan melawan kolonialisme. Kini, di era digital, pemuda menghadapi musuh nyata bersama yaitu radikalisme dan terorisme yang mengancam perpecahan bangsa melalui hoax, adu domba, provokasi, hasutan, dan lain-lain.

Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mengatakan, saat ini dibutuhkan peran pemuda untuk bersatu dan merefleksikan kembali peran generasi muda untuk menjaga kedaulatan bangsa dan melanjutkan Sumpah Pemuda mengingat dewasa ini bangsa kita kerap diguncang oleh isu-isu yang merujuk pada perpecahan.

“Dampak negatif era digital itu sangat banyak yaitu hoax, permusuhan, dan provokasi yang dimanfaatkan untuk menyebarkan paham intoleransi dan terorisme. Jadi pemuda saat ini dibutuhkan untuk bisa menentukan, apakah kita masih bersepakat untuk menjaga kedaulatan dan mencegah perpecahan bangsa?” ujarnya ketika dihubungi, Sabtu (29/10/2021).

Ia menjelaskan, komitmen untuk bersatu dan menjadi bagian dalam menjaga kedaulatan bangsa sebagaimana para pendahulu bangsa. Di era digital ini, generasi muda harus dibekali dengan empat poin dasar. Pertama melindungi diri sendiri dari berbagai manipulasi informasi yang menjauhkan dari semangat kebangsaan dan persatuan serta semangat Pancasila.

“Kedua, melindungi keluarga kita, lingkungan dan masyarakat sekitar serta yang terakhir dan yang lebih luas adalah melindungi bangsa ini,” tuturnya.

Septiaji mengungkapkan hal yang menjadi kekahawatirannya sebagai aktifis adalah tantangan kemajuan teknologi yang dibalik banyak manfaatnya menyimpan efek negatif. Alih-alih menjadi bangsa yang produktif, jebakan era digital justru menjadikan para pemuda ini ‘terpenjara’ dan kecanduan kepada hal-hal yang kontraproduktif. Menurutnya dibutuhkan empat pilar yang perlu dimiliki oleh para pemuda di era digital saat ini.

“Yang pertama, keahlian atau kecakapan. Kedua, budaya digital yang baik dan etika digital lalu yang terakhir adalah keamanan digital. Empat pilar tersebut yang bisa melindungi, memperkuat dan memperkaya wawasan para pemuda untuk memastikan agar mereka tidak menjadi korban manipulasi informasi, hoax, konten provokatif yang tidak beretika,” ungkapnya.

Lanjutnya, disamping empat pilar tadi, ia juga menyinggung mengenai kepekaan pemuda akan toleransi. Karena menurutnya, toleransi menjadi sangat penting agar para penerus bangsa dari negeri yang kaya akan keberagaman ini tidak boleh gagap toleransi.

“Indonesia ini kan budayanya beragam. Jadi, ketika kita bertemu dengan sesuatu yang berbeda itu jangan kemudian mudah menghakimi, jangan mudah berkomentar negatif, jangan mudah mengajak orang untuk membenci. Jangan jadi gagap toleransi,” katanya.

Dengan bekal tersebut diharapakan para pemuda tidak cukup hanya memiliki toleransi tetapi juga bisa mengambil bagian dengan menjaga dan melindungi toleransi untuk mengikis akar masalah dari radikalisme dan terorisme. Septiaji juga mengingatkan peran serta dukungan pemerintah, tokoh masyarakat dan stakeholder lainnya sangat diperlukan dalam mendukung dan mengarahkan energi para pemuda kepada hal yang positif dan produktif.

“Para pemuda itu sudah banyak yang memiliki keahlian dan kemampuan untuk melakukan banyak hal. Jadi saya rasa pemerintah, tokoh masyarakat dan tokoh agama jangan segan untuk memberikan kesempatan, jangan anggap para pemuda ini selalu sebagai ‘anak kecil’, tapi justru berikan anak muda ini tantangan,” ungkapnya.

Pria yang pernah menjabat sebagai ketua Comlabs ITB ini menilai, karakter pemuda Indonesia masa kini adalah pemuda dengan karakter yang menyukai tantangan. Menurutnya, ada celah bagi pemerintah dan para stakeholder untuk masuk dan mendorong para pemuda untuk menjadi agen perubahan, pemuda yang memiliki inisiatif dan pemuda yang memiliki jati diri yang kuat sehingga terhindar dari paham yang merujuk pada radikalisme dan terorisme.

Hal tersebut sejalan dengan program dan kegiatan yang diadakan Mafindo dalam rangka pembekalan kepada para pemuda agar senantiasa menjadi agen perubahan ditengah masyarakat. Juga untuk memberdayakan potensi pemuda untuk ikut berperan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif melalui program literasi dan pemberdayaan pemuda. (BK/Man)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *