Bekasi – MENYIKAPI masih adanya guru yang dipidanakan lantaran dianggap berbuat kekerasan atau diluar batas kewajaran terhadap anak didik. Kepala SDN Wanajaya 02, Kecamatan Cibitung, Hamdani angkat bicara.
Menurutnya ukuran kekerasan masih bisa diperdebatkan dan sangat subjektif. Institusi yang konsen pada perlindungan anak melihat nilai-nilai dan ukuran kekerasan itu dalam kaitannya dengan perkembangan yang ada di dunia internasional.
“Sedangkan guru melihat ukuran itu sebagaimana kenyataan yang ditemukan sehari-hari. Ini yang seringkali terjadi, yaitu tidak bertemunya pemahaman atas ukuran kekerasan,” ujar pria yang juga Sekretaris PGRI Kabupaten Bekasi, kepada bekasikab.go.id pada Senin (25/10/2021).
Ia sangat menyayangkan jika ada pihak, yang apabila ada anaknya yang sentil sedikit saja kemudian melapor ke pihak yang berwajib. Mereka yang marah sedikit dianggap tidak ramah kemudian dilaporkan dengan dalih melanggar UU Perindungan Anak.
“Agar berimbang sekolah ramah guru pun harus dikembangkan jangan hanya sekolah ramah anak saja. Karena kedua-duanya memiliki regulasi yang levelnya sama yaitu UU Guru dan Dosen dan siswa memiliki UU Perlindungan Anak,” tambahnya.
Terkait penyelesaian apapun yang terjadi di sekolah berkaitan dengan tindakan kekerasan, baik guru kepada murid atau murid kepada guru, orang tua, masyarakat bahkan pemerintah kepada guru mestinya tidak harus selalu melalui proses hukum.
“Bisa menggunakan dua jalan. Pertama penyelesaian melalui sanksi kode etik dimana dapat ditempuh melalui penerapan kode etik yang disusun oleh organisasi profesi guru, sayangnya kode etik guru tidak hanya satu karena ada beberapa organisasi guru di Indonesia. Kedua penyelesaian secara nonlitigasi berupa penyelesaian kekeluargaan dan mediasi. Jika kedua jalan tersebut tidak bisa ada titik temunya, ya apa boleh buat, penyelesaiannya harus menempuh jalur hukum,” imbuhnya.
Ia mengajak kepada teman-teman guru, untuk mulai mengkampanyekan gerakan sekolah ramah guru untuk mengimbangi gerakan sekolah ramah anak. Sehingga tidak ada pihak superior yang bisa menghakimi guru tanpa memperhatikan hak-haknya sebagai seorang pengajar dan pendidik.
“Mari kita mulai melakukan Gerakan Sekolah Ramah Guru untuk mengimbangi Sekolah Ramah Anak, karena kedua-duanya memiliki regulasi yang levelnya sama yaitu berupa undang-undang dengan demikian jika kita memahami hak-hak hukum kita. Saya yakin kita akan dapat hidup harmonis dalam lingkungan sekolah,” terangnya. (BK/Zas)