Bogor – Al Washliyah harus menjadi benteng umat Islam Indonesia dari penyebaran radikalisme. Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Al Jam’iyatul Washliyah KH Yusnar Yusuf Rangkuti, M.Sc, Ph saat menjadi narasumber Lokakarya yang digelar oleh Pengurus Wilayah Al Jam’iyatul Washliyah Provinsi Jawa Barat bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di New Panjang Jiwo Syariah Resort, Kab. Bogor, Kamis (14/10/2021).
Pada acara itu mengambil tema “Komunikasi Informasi Edukasi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan Yang Mengarah Pada Terorisme” Yusnar banyak mengulas tentang moderasi beragama dalam menjaga keutuhan NKRI.
“Islam masuk di Indonesia itu sudah termasuk salah satu moderasi. Tetapi harus dipahami bahwa semua agama adalah moderasi, dimana konsep awal yang mendasari bahwa mencari moderasi pasti ada di semua agama. Di dalam Islam sendiri berdakwah itu diharuskan, tetapi untuk sekarang ini banyak sekali tantangan dalam berdakwah,” ujarnya
Ia melanjutkan dakwah sekarang ini akan berdampak kepada generasi berikutnya. Menurutnya, agama masuk ke Indonesia dengan damai. “Saya berharap Al Washliyah di Jawa Barat berdakwah ke masyarakat. Dan itu harus dilakukan sampai akhir hanyat agar bisa menjadi benteng untuk umat dari paham radikal terorisme,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa selama ini di mana radikalisme ini muncul dari kebencian dan kekerasan, bahkan kelompok radikal ini bersifat intoleran. Untuk itu perlunya kelompok moderat untuk kembali ke masjid sebagai upaya untuk menjaga masjid agar tidak ada ‘selundupan’ ideolog- ideologi yang merusak agama.
Sementara itu, Kasubdit Bina Masyarakat BNPT, Kolonel Sus. Drs. Solihuddin Nasution mengatakan bahwa penyebaran atau penyusupan radikalisme dan terorisme ini dilakukan melalui media masa meliputi internet, buku, majalah.
Selain itu kelompok radikal terorisme ini juga biasa melakukan komunikasi langsung dalam bentuk dakwah, diskusi atau bedah buku dan melalui pertemanan. Selain itu kelompok tersebut juga biasa melakukan pendekatan dan menjalin hubungan kekeluargaan dengan bentuk pernikahan, kekerabatan dan pendidikan baik di sekolah, pesantren dan perguruan tinggi.
“Dulu kelompok radikal tersebut menyebarkan pahamnya menyasar pada keluarga, pertemanan, pertokohan, lembaga keagamaan dan pastinya melakukan rekrutmen bersifat tertutup yang berujung pada pembantaian. Jika dibandingkan dengan sekarang kelompok radikal saat ini merambah pada website, media social. Mereka melakukan rekrutmen secara terbuka dan pembantaian bukan berupa nyawa saja tetapi mempengaruhi psikis melalui media social,” ujar Solihuddin.
Dikatakannya ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi radikal atau yang dinamakan pra radikalisasi. Itu mencakup fanatisme, ekstrimisme, mempunyai hubungan sosial dan jaringan yang mengaitkan diri mereka kepada orang yang sudah terpapar sebelumnya. Selain itu adanya perubahan sikap sosial dan pandangan politiknya.
“Dan yang terakhir karena rendahnya pengetahuan mengenai agama yang mereka miliki. Sekarang ini orang yang terjerumus pada paham ini bukan karena saja faktor ekonomi tetapi juga faktor sosial, politik dan ada dorongan secara pribadi,” tuturnya.
Untuk itu menurutnya, BNPT hadir dalam melakukan strategi pencegahan paham radikal terorisme di dunia maya. Sebagai contoh BNPT membentuk Duta Damai di Dunia Maya yang ada di 13 provinsi di Indonesia. Duta Damai Dunia Maya ini berisikan para generasi muda pegiat dunia maya. Duta Damai ini bertugas untuk membanjiri dunia maya dengan konten konten perdamaian.
“Dengan adanya konten perdamaian yang dibuat duta damai ini sebagai upaya untuk membentengi para generasi muda agar tidak mudah terpengaruh narasi kekerasan melalui dunia maya,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Pengurus Wilayah Al Jam’iyatul Washliyah Provinsi Jawa Barat, KH. Ahmad Aldin Tamim menjelaskan bahwa, berbicara mengenai penyebaran radikalisme pastinya berkaitan dengan kebutuhan manusia yang harus dipenuhi seperti sandang, pandang, papan. Pada permasalahan ini negara harus hadir bukan hanya jasmani saja tetapi juga rohani, apalagi ditengah tengah pandemi kala ini.
“Manusia adalah makhluk sosial, setiap individu tercipta dengan keistimewaannya masing-masing. Itu makanya kita dilarang merendahkan satu dengan yang lain. Oleh karena itu maka hak individu untuk mengembangkan dirinya menjadi versi terbaik dan teristimewa harus dijamin oleh negara karena ini adalah hak asasi. Hak mengembangkan pendidikan, mengembangkan bakat dan kemampuan, hak mengemukakan pendapat dan lain-lain harus dijamin oleh negara dan ini sudah tertuang dalam undang-undang,” kata Ahmad Aldin Tamim.
Disinilah menurutnya agama mengambil peran yang sangat penting dan strategis. Karena pada aspek kehidupan sosial dan kemanusiaan, sesungguhnya semua agama memiliki pandangan yang sama, yakni menebar kebaikan, menciptakan kedamaian dengan tujuan hadirnya kesejahteraan baik kesejahteraan individu ataupun kolektif.
“Tak ada satu agamapun yang mengajarkan kekerasan, keberingasan, intoleran ataupun menciptakan teror di tengah-tengah masyarakat. Pada titik ini,semua agama memiliki pandangan yang sama,” ucapnya. (BK/Man)