Jakarta – Hari Kesaktian Pancasila mempunyai makna yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, Kesaktian Pancasila menjadi bukti bahwa Pancasila adalah ideologi terbaik yang mampu menyatukan keragaman Indonesia dalam sebuah bingkai NKRI yang damai dan bersatu. Hari Kesaktian Pancasila juga penghormatan bangsa kepada para Pahlawan Revolusi yang gigih membela Pancasila sampai titik darah penghabisan.
Selain itu, Kesaktian Pancasila juga memiliki makna betapa Pancasila adalah benteng utama dari berbagai serangan ideologi asing yang tidak sesuai dengan nilai luhur dan budaya Indonesia. Pancasila juga mempunyai fungsi untuk mengatur politik, dan ketatanegaraan, maka dengan bersama menjaga Pancasila merupakan bentuk perjuangan membela negara.
Pesan ini diutarakan untuk kaum masyarakat Indonesia pada acara “Ngopi Daring Bela Negara yang digelar secara daring, yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Ditjen Pothan Kemhan) RI, di Jakarta, Jumat (1/10/2021).
Acara tersebut menghadirkan narasumber: sejarahwan Prof.Dr.Susanto Zuhdi, Sifra Panggabean (cucu dari Pahlawan Revolusi Mayjen TNI (Anumerta) D.I Panjaitan), Asri Welas (Public Figure) yang merupakan keturunan Pangeran Diponegoro dan Edyanti Nasution (cucu alm. Jenderal Besar TNI (Purn) A.H. Nasution).
Direktur Bela Negara, Ditjen Pothan Kemhan RRI, Brigjen TNI Jubei Lebianto dalam sambutan pembuka mengatakan bahwa generasi muda sekarang harus terinspirasi kepada perjuangan para pahlawan pada saat itu.
“Ini yang harus kita tanamkan juga kepada anak-anak sekarang untuk tetap cinta tanah air dan selalu mengingat sejarah negara Indonesia. Sekarang kitalah yang meneruskan perjuangan-perjuangan para pahlawan dengan cara kita sendiri,” kata Brigjen TNI Jubei Lebianto.
Ia menambahkan, kalau anak-anak milenial sekarang ini bisa mengerti dan memahami sejarah, maka hal itu sudah menandakan bahwa nilai-nilai bela negara yaitu cinta tanah air sudah dipegang dan dipahami betul.
“Dengan perjuangan para pahlawan dahulu, kita sekarang sudah bisa melakukan segala aktivitas dengan baik, dengan menikmati kemerdekaan. Tetapi harus diingat juga bahwa kita tidak cuma untuk menikmati kemerdekaan tetapi kita juga harus mengisi kemerdekaan dengan apa yang kita miliki,” ujarnya.
Prof.Dr.Susanto Zuhdi mengatakan bahwa wujud nyata pembelaan dalam ancaman penjajahan sebenarnya cukup banyak, tetapi sekarang ini sebagian besar masyarakat berjuang untuk tidak tertinggal oleh IPTEK (yang tidak kasat mata). Namun persatuan harus tetap dikokohkan kaerna persatuan adalah faktor dari sejarah bangsa sendiri ini juga sebagai dasar Pancasila, berbeda-beda tetapi tetap satu (Bhineka Tunggal Ika).
”Semangatnya sama tetapi caranya berbeda. Dan untuk mengajak kaum milenial mengenal sejarah untuk sekarang ini, kita harus memperkenalkan kepada situs bersejarah, kemudian tokoh-tokoh sejarah, hal ini bisa menghidupkan suasana dan meningkatkan pengetahuan sejarah juga,” ujar Susanto.
Selain itu generasi milenial juga harus ditanamkan nilai-nilai apa saja yang ada di Pancasila, seperti ketuhanan (hubungan kepada Tuhan), kemanusiaan (menjaga solidaritas), persatuan (dari solidaritas muncul), musyawarah (bagaimana bernegara dengan baik), dan keadilan sosial (Jangan ada ketimpangan).
“Memaknai bela negara itu untuk kita tindaklanjuti didalam keseharian, seperti kita menjaga solidaritas di lingkungan kita, seperti melalui komunitas kita belajar musyawarah, toleransi dan Bersatu,” ujarnya.
Dalam merespon bentuk bela negara yang di perjuangkan zaman dahulu dibandingkan dengan sekarang ini, Sifra Panggabean mengatakan bahwa perjuangan pahlawan begitu sangat besar untuk bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaaanya. Hal yang bisa dilakukan di masa sekarang adalah menjadi diri sendiri itu lebih baik.
“Jika kita menggunakan jati diri yang lain maka bagaimana bisa kita mencintai diri sendiri, terlebih mencintai negara kita Indonesia ini ? Perwujudan bela negara yang saya lakukan contohnya saya memberikan konsultasi hukum secara gratis untuk orang-orang mengetahui seberapa jauh mempunyai haknya. Jika merubah dunia kita tidak mampu, jika merubah negara kita butuh waktu, tetapi merubah diri sendiri pasti bisa,” ujar Sifira
Sementara itu Asri Welas sebagai salah satu keturunan pangeran Diponegoro menyatakan, budaya di Indonesia sendiri penuh dengan sejarah. Dirinyamencontohkan menggunakan produk dan memperkenalkan batik adalah salah satu bentuk bela negara. Selain itu dengan membeli produk local juga bisa dikatakan sebagai bentuk bela negara. Karena dengan membeli produk lokal dan menggunakannya, itu bisa menanamkan cinta tanah air.
“Karena hal ini dilakukan untuk perputaran ekonomi di Indonesia sendiri, tetapi bukan benci dan nggak suka produk luar negeri,” ucapnya.
Edyanti Nasution, cucu alm Jenderal Besar TNI (Purn) A.H Nasution mengingatkan kepada seluruh masyarakat bangsa ini untuk tidak pernah melupakan sejarah. Menurutnya, selalu merasakan kesusahan orang lain itu sudah diajarkan dari dulu hingga sekarang termasuk melakukan kegiatan social. Dirinya memberikan contoh ketika dulu saat liburan selalu pergi ke panti asuhan untuk menjadi voulenteer.
“Bela negara yang harus kita lakukan yaitu kita harus bersatu, jangan melakukan provokasi. Yang kedua kita harus berbagi dalam segala hal. Dan yang terakhir harus berprestasi dalam segala sesuatu supaya orang-orang respect kepada kita,” ujarnya mengakhiri. (BK/Man)