Tangerang – Pancasila sebagai ideologi bangsa telah terbukti mampu merangkul perbedaan untuk menciptakan kerukunan bangsa. Pancasila juga ampuh mencegah masuknya ideologi-ideologi dan gerakan yang berusaha merampas nilai-nilai dan norma Pancasila sebagai ideologi yang disepakati para pendiri bangsa.
Salah satu contoh penerapan nilai-nilai Pancasila itu termaktub dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya. Lagu Indonesia Raya tidak hanya sekadar lagu, tetapi adalah ikrar seluruh bangsa untuk menjadi satu tanah air dan tumpah darah Indonesia yang harus selalu tertanam dalam diri seluruh anak bangsa.
“Kita telah berikrar ‘Indonesia tanah airku’, buktikan ikrar itu kemanapun kalian (anak bangsa) melangkah, itu bukan hanya sekedar lagu tapi harus tertanam pada diri kita,” ujar Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) RI, Dr (HC) Habib Muhammad Luthfi bin Yahya Dialog Kebangsaan Kebhinekaan Penyelamat Bangsa bersama Pimpinan Majelis Tinggi Lintas Agama dan jajaran Forkopimda Provinsi Banten dan Kota Tangerang, di Pendopo Trisna Wijaya, Modern Land, Tangerang, Senin (26/9/2021) malam.
Habib Luthfi menambahkan, jika ikrar kebangsaan tersebut tertanam pada diri anak cucu generasi bangsa maka penyakit radikalisme dan intoleransi yang melenceng dari nilai pokok Pancasila ini tentunya tidak akan menjangkiti atau ‘mengobok-obok’ kerukunan negeri ini.
Tidak hanya itu, Habib Luthfi juga menjelaskan bahwa lambang negara garuda Pancasila, bendera sang saka Merah Putih juga memiliki makna lain yang harus diketahui oleh para generasi penerus bangsa.
“Bendera Merah Putih tidak hanya sekedar simbol makna warna merah dan putih, namun lebih dari itu endera Merah Putih kita mengandung makna kehormatan, harga diri, dan jati diri bangsa,” ucapnya.
Lebih lanjut, Habib Luthfi menegaskan, bahwa menghormati bendera Merah Putih memiliki makna mendalam sebagai hormat kepada bangsa ini, menghormati segala sesuatu dan seluruhnya yang ada pada bangsa ini dengan tidak memandang perbedaan agama, suku dan ras.
“Sejatinya juga, nasionalisme tanpa sejarah tentunya akan rapuh. Orang yang kuat dalam nasionalisme adalah orang yang mengenal sejarah dan tidak melupakan sejarah. Itu sudah sangat pokok,” ungkap Habib Luthfi.
Ia menambahkan, dengan tahu dan mengenal sejarah maka masyarakat akan paham bagaimana para pendahulu bangsa ini berjuang dan bagaimana mereka mencintai bangsanya. Ia beranggapan bahwa generasi penerus bangsa haruslah tahu sejarah perjuangan hingga tegaknya Merah Putih di Nusantara agar tidak pula mudah terjerumus pada radikalisme.
“Bagaimana mengatasinya ? Ya dengan cara kita-kita ini (ulama dan tokoh masyarakat) turun ke bawah menyentuh masyarakat,” ujarnya.
Ketua Forum Sufi Dunia ini menganggap kurangnya sentuhan pada masyarakat lapisan bawah terhadap wawasan kebangsaaan,membuat masyarakat kurang mengenal apa itu radikalisme, apa itu pluralisme, bagaimana hidup dalam kebhinnekaan dan sebagainya.
Ia menilai apa yang dilakukan para ulama dalam menyiarkan nilai agama sudah cukup baik, dan sekarang tinggal bagaimana tokoh-tokoh dan pemuda ini bisa ikut berperan serta dalam memberikan kontribusinya untuk bangsa Indenesia.
“Ayo kita bersama-sama turun seperti contohnya pertemuan malam ini. Kalau pun perlu kita tambahkan tokoh lokal sepertinya RT/RW, kepala desa, saya sangat mengharapkan sekali,” ujarnya.
Ia menganggap, upaya mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara melalui sosialisasi dan menanankan nilai-nilai bukanlah hal mudah. Namun perlu adanya kerjasama berbagai lapisan dan harus menyentuh masuk kepada masyarakat langsung sepertui melibatkan RT/RW setempat, Bupati/Walikota, Camat, Lurah, Kepala Desa maupun tokoh-tokoh di lingkungan setempat.
“Tetapi tetap saja sebelum kita ini memberikan ilmu wawasan kebangsaan dan sebagainya, kita perlu datang dengan baik, menyentuh dahulu, membuat mereka mengenal kita dahulu, lalu masukkan nilai-nilai apa yang ingin kita ajarkan,” tuturnya.
Habib Luthfi pun juga berharap acara silaturahmi yang diinisiasi oleh BNPT kepada para ulama, tokoh, dan lapisan masyarakat perlu kesinambungan dan tidak boleh hanya berhenti sampai di sini. Sebagaimana dewasa ini gerakan dan ideologi radikal terus menerus merongrong negeri, maka mengajarkan dan menguatkan nilai-nilai Pancasila merupakan upaya paling ampuh melawan ideologi yang mengancam negeri.
“Jadi tidak hanya bertempat di sini saja, mungkin bisa sampai ke Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan sebagainya. Tidak boleh berhenti disini saja,” pungkas Habib Luthfi.
Hadir dalam pertemuan tersebut yakni para tokoh agama perwakilan dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Al-Ittihadiyah, Persekutan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi), Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) yamg tergabung dalam Gugus Tugas Pemuka Agama BNPT.
Selain itu turut hadir juga Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, Wakil Gubenur Banten, Andika Hazrumy, Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan Kejaksaan Agung (JAM Was Kejagung), Dr. H. Amir Yanto, S.H., M.M., MH, Dandim 0506/Tangerang Kolonel Inf Bambang Herry Tugiyono, Kapolres Metro Tangerang Kombes Pol Deonijiu de Fatima, Wakil Wali Kota Tangerang H. Sachrudin . Sementara pejabat BNPT lainnya yang hadir yakni Kasubdit Kontra Propaganda, Kolonel Pas. Drs. Sujatmiko bersama para staf. (BK/Man)