DEPOK – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai memiliki peran penting dalam tanggap bencana di Indonesia. Demikian simpulan dari diskusi Webinar yang digagas DPP KNPI dengan tema “Peran BUMN dalam Tanggap Bencana” belum lama berselang.
Peneliti Tanggap Bencana Ramdansyah misalnya mengungkapkan bahwa selama ini Badan Usaha milik negara itu sebagai lembaga yang memiliki peranan pentinng dalam penanangan dan penanggulangan bencana, baik secara mandiri maupun bersama sama dengan lembaga atau pihak lain untuk melakukan sinergi dalam penanganan sebuah bencana.
Mereka, kata Ramdan, diberikan kesempatan yang luas untuk berperan serta dalam penanganan bencana . “Kesempatan diberikan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga internasional untuk terlibat didalamnya,” ujar Ramdansyah.
Dalam kesempatan itu Ramdansyah juga memberikan pandangan bagaimana sebuah bencana itu ditangani dan di managere dengan baik yakni dengan manajemen resiko
Manajemen resiko itu adalah proses pengelolaan yang sistematis dan terencana dalam penerapan strategi dan kebijakan penanggulangan bencana dengan menekankan pada aspek-aspek pengurangan risiko bencana. Fokus utamanya adalah mencegah atau mengurangi dampak bencana melalui serangkaian kegiatan dan tindakan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan. Tujuannya adalah mengurangi faktor-faktor yang mendasari munculnya risiko serta menciptakan kesiapsiagaan terhadap bencana.
Menurut lelaki yang punya banyak gelar akademis ini, ada lima aspek dari sebuah manajemen resiko. Pertama Menghindari resiko (risk avoidance), kedua mengurangi resiko (risk reduction), ketiga menahan resiko (risk retention), ke empat membagi resiko (risk sharing) dan kelima mengalihkan resiko (risk transfer) “Dalam majamen resiko harus ada lima hal itu,”ujar Ramdan.
Harus diakui salah satu penyebab semakin parahnya dampak bencana adalah lemahnya stategi penanggulangan bencana, terutama karena prosesnya yang berjalan dari atas ke bawah dan mengabaikan potensi sumberdaya masyarakat setempat. Pengabaian terhadap kapasitas masyarakat itu kadang juga meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap risiko bencana.
Oleh karena itu diperlukan perubahan paradigma terhadap manajemen risiko. Dari yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah harus dialihkan kepada bencana berbasis masyarakat.
“Masyarakat harus diberi kesempatan lebih luas, dan peran lebih aktif dalam manajemen risiko bencana,” ujarnya.
Maka perubahan paradigmanya, ujar Ramdan, jika sebelumnya penanganan bencana itu sentralisasi menjadi desentralisasi. Top down menjadi bottom up, seragam menjadi variasi lokal, ketergantungan dirubah keberlanjutan dan perbaikan berubah menjadi transformasi.
Sementara anggota Komisi VI Herman Khaeron mengatakan dalam mengatasi bencana BUMN selalu hadir. Misalnya bagaimana peran BUMN itu saat terjadi pandemi Cdovid-19.
Mereka terus menyalurkan bantuan, baik vitamin hingga oksigen. “Langkah cepat terlihat dilakukan sejumlah BUMN seperti Pertamina, PGN, maupun Krakatau Steel terkait penyediaan dan distribusi oksigen,” kata Herman.
Selain itu, BUMN juga mengantisipasi dengan membuka sejumlah fasililitas kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. Mereka melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Rumah sakit darurat, seperti di Wisma Atlet dan beberapa hotel milik BUMN juga dialihfungsikan sebagai rumah sakit tambahan atau tempat istirahat khusus tenaga kesehatan.
Kemudian, kementerian BUMN juga menjalin kerja sama dengan pihak di luar negeri. Mulai dari kerja sama endatangkan mesin untuk memproses uji PCR, baju APD, tenaga kesehatan, hingga mengamankan bahan baku vaksin. (BK/Amh)