Sarana Tabayyun Dalam Menjaga NKRI, Adnan Anwar: Silaturahmi Nasional Penting

Tokoh Pemuda Nahdlatul Ulama (NU), Dr. Adnan Anwar, MA.

Loading

Jakarta – Dalam konteks berbangsa dan bernegara, persaudaraan tidak hanya dibangun atas dasar persamaan keyakinan, etnis, budaya dan suku. Namun persaudaraan harus diperkuat dalam kerangka persaudaraan kebangsaan, sehingga meski berbeda-beda, bangsa Indonesia bisa hidup berdampingan dengan rukun dan terhindar dari konflik.

Tokoh Pemuda Nahdlatul Ulama (NU), Dr. Adnan Anwar, MA mengatakan,bahwa pentingnya menjalin silaturahmi sebagai bekal untuk memperekat persaudaraan kebangsaan. Terlebih dalam situasi pandemi yang memaksa sebagian besar interaksi dan kegiatan masyarakat terbatasi.

“Mempererat persaudaraan harus terus dijalin melalui silaturahmi nasional yang sering diadakan tahun 1950-1970-an silam, sebagai sarana tabayyun antara kelompok-kelompok masyarakat maupun pemerintah, sehingga tidak menimbulkan multitafsir atau dugaan-dugaan dalam menyikapi berbagai dinamika yang terjadi,” ujar Dr. Adnan Anwar di Jakarta, Senin (20/9/2021).

Apalagi, imbuhnya, dewasa ini masyarakat bangsa ini mudah dipecah-belah akibat fenomena liberalisasi informasi, dimana kebebasan berpendapat seringkali tidak memiliki koridor yang tepat antara ruang publik dan ruang privat. Menurutnya masyarakat selama ini belum diajarkan bagaimana menggunakan ruang publik yang baik yang tidak memicu terjadi mispersepsi dan konflik.

“Misalnya bagaimana menggunakan media sosial yang sesuai dengan etika dan undang-undang, sehingga tidak menggunakan ruang media sosial itu untuk suatu gagasan atau aspirasi yang sifatnya anarki dan liar yang dapat membahayakan negara,” ucap pria yang juga Direktur Panata Dipantara yang bergerak dalam bidang kajian Kontra Narasi dan Idiologi dari paham Radikal Terorisme ini.

Ia menilai, kelalaian dalam menggunakan ruang publik seperti media sosial dewasa ini kerap memperuncing masalah perbedaan dalam agama, meributkan mayoritas dan minoritas kesukuan. Masalahi ni sangat bahaya bagi persatuan dan kesatuan masyarakat di negara ini.

Selain itu, katanya, masih ada pihak-pihak yang menyebarkan provokasi, hoaks dan ujaran kebencian. Kondisi ini memerlukan strategi baru untuk menata ulang masyarakat melalui revolusi budaya dan pengawasan terhadap perkembangan masyarakat di dunia maya.

Disamping itu, ia juga memandang bagaimana pentingnya pendidikan sebagai pilar utama dalam menahan arus globalisasi yang masif dewasa ini. Ia menilai model pendidikan saat ini terlalu liberal, beberapa subyek mata pelajaran juga telah hilang,

”Seperti pelajaran geografi, sejarah, bahkan pelajaran Pancasila yang notabene untuk menanamkan dasar-dasar ideologi sudah banyak yang hilang. Maka dari itu reorientasi pendidikan yang bisa menjawab tantangan global itu sangat penting,” ujar mantan Wakil Sekjen PBNU ini.

Ia mengakui keberadaan pesantren dirasa sebagai harapan baru untuk mentransformasikan nilai-nilai moral dan agama yang moderat. Untuk itu lembaga negara perlu memikirkan metode pendidikan atau metode sosialisasi yang tepat di kalangan generasi muda yang salah satunya juga melalui keberadaan para tokoh agama dan santri ditengah masyarakat.

“Keberadaan tokoh-tokoh agama ini sangat penting keberadaannya karena mereka ini memegang pilar agama. Sehingga perlu peran dari pemerintah untuk meletakkan tokoh-tokoh agama untuk selalu berdampingan dalam memimpin umatnya agar bangsa ini biar kokoh,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Adnan, perlu juga tokoh pemuda yang dianggapnya dalam 10 tahun belakangan ini sudah sangat kurang. Padahal mereka adalah pilar bangsa yang nantinya akan pemimpin bangsa untuk menjaga kerukunan demi terciptanya persatuan bangsa.

Ia menilai program pembinaan untuk generasi muda masih sangat kurang. Selain itu, intervensi di level pendidikannya pun juga kurang.

“Seharusnya pembinaan generasi muda dilakukan secara kontinyu, tidak boleh berhenti dan tidak boleh kurang,” ungkap Adnan.

Untuk itu dirinya juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat untuk bersyukur pada fakta bahwa Indonesia masih merupakan negara yang aman dan yang terbaik diantara negara yang lain yang sedang berkonflik. Sehingga tidak perlu lagi mempertanyakan atau mengkritisi keberagaman dan bentuk negara seolah-olah hal tersebut merupakan problem yang besar.

“Jadi dengan ribuan pulau, ratusan bahasa dan ratusan suku ini kita masih bersyukur bangsa kita masih berdiri dan aman dibanding yang lainnya, Jadi tidak perlu komponen masyarakat kita ini mengkritisi bentuk negara ini seolah-olah bentuk negara kita ini bukan yang terbaik,” tandasnya. (BK/Man)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *