JAKARTA – Pusat Bantuan Hukum Masyarakat (PBHM) menyesalkan terjadinya penganiayaan yang dilakukan Irjen Pol Napoleon Bonaparte terhadap H. Muhamad Kosman alias Muhamad Kece, terduga ujaran Kebencian dan pelanggarana Undang-Undang Informasi, Teknologi dan Elektronik (UU ITE).
Ketua PBHM Ralian Jawalsen meminta agar Kapolri bertanggung jawab atas penganiayaan yang dilakukan Napoleon dan Direktorat Tahanan Bareskrim Polri harus bertanggungjawab karena tidak bisa memberi rasa nyaman dan aman kepada tahanan Polri.
“Terbukti bahwa Napoleon selama ini bisa mengakses informasi media sosial berupa Youtube, membuktikan Napoleon tahanan yang sangat diistimewakan karena masuknya telepon seluler (HP) ke dalam tahanan tidak diperbolehkan. Faktanya, Napoleon bisa menikmati fasilitas ini,”tegas Ralian.
Menurut Ralian, hal itu dengan beredarnya Surat pernyataan Napoleon nomor 4 yang mengatakan, Napoleon sangat menyayangkan bahwa sampai saat ini PEMERINTAH belum juga menghapus SEMUA konten di media, yang telah dibuat dan dipiblikasi oleh manusia-manusia tak beradab itu.
“Bagaimana bisa Napoleon mengeluarkan pernyataan seperti itu kalau tidak menonton sosial media atau youtube. Diduga dia memiliki fasilitas berupa HP,”ujar Ralian.
PBHM, lanjut Ralian, Napoleon sudah divonis hukuman empat tahun penjara kasus suap pelaku BLBI Djoko Tjandra seharusnya sudah di limpahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Mako Brimob Kelapa Dua Depok Jawa Barat.
“Napoleon sudah masuk di Lapas, bukan lagi sel tahanan Polri. Kenapa masih di dalam sel tahanan,”ujar Ralian mempertanyakan keberadaan Napoleon.
Ralian menyesalkan terjadinya penganiayaan terhadap Muhamad Kece yang dilakukan mantan perwira bintang dua Polri. “Tidak boleh terjadi penganiayaan di dalam sel tahanan, seharusnya pimpinan dan penjaga tahanan serius untuk menjaga keselamatan tahanan,”ujarnya.
Diketahui, Irjen Pol Napoleon Bonaparte adalah Perwira tinggi Polri yang ditahan dalam kasus suap Djoko Tjandra. Napoleon terbukti menerima suap sebanyak $350.000 Amerika Serikat (RP 5,137 miliar) dan $200.000 Singapura (Rp 2,1 miliar).
Napoleon sudah divonis empat tahun penjara dengan denda Rp 100.000.000 dan subsider enam bulan kurungan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 10 Maret 2021 Nomor 46/PID.SUS-TPK/2020/PM.JKT.PST, dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada putusan banding yang diajukan oleh Napoleon, dan banding ditolak.
Majelis hakim menyatakan terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai yang tercantum dalam Pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Irjen Napoleon Bonaparte disebut menerima suap 370.000 dolar AS atau sekitar Rp 5,137 miliar dan SGD 200 ribu atau sekitar Rp2,1 miliar. (BK/Ral)