Oleh Bambang Soesatyo Ketua MPR RI
Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Hukum UNPAD
Dosen Universitas Terbuka
DIGITALISASI sudah menjadi tuntutan era terkini, sehingga siapa pun tak lagi bisa menghindarinya. Terbaru adalah pemanfaatan platform digital PeduliLindungi. Aplikasi ini semula memuat informasi daerah-daerah yang terpapar Coronavirus Disease (COVID-19). Karena tuntutan keadaan akibat perkembangan pandemi, aplikasi ini dikembangkan sedemikian rupa guna mendukung sejumlah instansi pemerintah dalam kegiatan pelacakan kasus COVID-19, sekaligus upaya memutus rantai penularan virus korona. Karena efektivitasnya cukup mumpuni, aplikasi PeduliLindungi kini telah menjadi penyimpan data masyarakat yang sudah divaksinasi.
Sebagai bagian dari kewaspadaan seluruh elemen masyarakat, aplikasi PeduliLindungi akhirnya menjadi bagian tak terpisah dari denyut keseharian masyarakat di masa pandemi. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menetapkan penggunaan platform digital ini tak hanya sekadar alat bantu pelacakan area atau wilayah terpapar virus korona, tetapi juga untuk mengidentifikasi seseorang itu sudah divaksin atau belum. Caranya dengan menempatkan alat baca barcode PeduliLindungi yang tersimpan di ponsel dan di berbagai titik kegiatan publik, mulai dari pintu-pintu masuk transportasi umum, mal, bandara, dan ruang publik lainnya. Efektif, praktis, mudah, dan cepat.
Sangat disayangkan, karena baru saja aplikasi ini diterapkan muncul persoalan lama yang berulang, yakni kebocoran data pribadi! Tanpa perlu lagi menyebut satu per satu kasus terdahulu, untuk kesekian kalinya masyarakat dipaksa menyaksikan lagi kasus terjadinya kebocoran data pribadi. Kebocoran data dari aplikasi PeduliLindungi itu kemudian muncul di platform media sosial, yang bisa dilihat dan diakses siapa saja. Bahkan, bisa digunakan untuk tindak kejahatan digital.
Kalau sekadar dilihat karena ingin tahu, kasus bocornya data pribadi bisa saja tak perlu dipersoalkan. Tapi, bagaimana jika data pribadi yang terpublikasi itu disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berniat melakukan tindak pidana? Sudah terjadi baru-baru ini, NIK dari Presiden Joko Widodo bisa dilihat pada platform-platform media sosial, akibat terjadinya kebocoran pada aplikasi PeduliLindungi.
Masyarakat tentu terkejut dan terusik karena kebocoran itu menyangkut data pribadi sosok seorang presiden, yang bisa saja jauh dari kemungkinan pemanfaatan datanya untuk tindak kejahatan pinjaman online ilegal serta kejahatan digital lainnya. Tetapi, apa jadinya jika kebocoran data itu berkait dengan pribadi warga kebanyakan? Potensi penyalahgunaannya terbilang tinggi karena barcode PeduliLindungi mencantumkan dengan lengkap data pribadi pemiliknya. Selain NIK, ada nama lengkap, nomor ponsel, bahkan email. Maka, tidak heran jika kasus bocornya data pribadi presiden meresahkan sebagian masyarakat.
Belajar dari kejadian itu, kini menjadi saat yang sangat tepat bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memperbaiki kekurangan dan kelemahan pada aplikasi PeduliLindungi. Bukan hanya soal cara melindungi data masyarakat agar selalu tetap aman. Faktor lain yang juga sangat penting adalah bagaimana agar masyarakat yang mengakses bisa melakukannya dengan mudah dan lancar, baik melalui aplikasi yang di-download atau lewat website-nya.
Kominfo juga harus mendengar dan segera menyikapi banyaknya keluhan masyarakat karena mereka kesulitan mengakses, yang kemudian berakibat pada gagalnya mengambil data sertifikat vaksinasi yang dibutuhkan untuk ‘tiket’ bepergian ke mana-mana. Mobilitas masyarakat bisa terhenti jika kemampuan aplikasi PeduliLindungi dalam memberi akses masuk masih begitu terbatas.
Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana pemerintah menjamin dan menjaga keamanan data yang tersimpan pada aplikasi PeduliLindungi. Jaminan akan keamanan data jelas sangat penting agar aplikasi PeduliLindungi dapat digunakan dengan efektif, efisien dan optimal oleh masyarakat. Mobilitas warga tidak terhambat, data terlindungi, dan tentu saja tujuan utama penggunaan aplikasi ini juga bisa tercapai, yakni memutus rantai penularan virus korona.
Terhitung sejak dimulainya penerapan platform ini, data Kominfo menunjukkan bahwa aplikasi PeduliLindungi telah diunduh oleh lebih dari 39 juta orang, dan dimanfaatkan sebagai fungsi penyaringan (screening) di berbagai fasilitas umum. Ini jelas angka yang masih sangat rendah jika diperbandingkan dengan total 270 juta penduduk. Pemerintah seyogyanya semakin mensosialisasikan manfaat aplikasi ini, agar lebih banyak lagi yang men-download dan menggunakannya.
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) sudah menerapkan penggunaan PeduliLindungi. Saat ini, tidak kurang dari 350 pusat belanja anggota APPBI telah memberlakukan ketentuan tersebut. Sejumlah area kegiatan publik lainnya pun sudah diwajibkan menerapkan aplikasi ini, seperti kegiatan industri berorientasi ekspor, juga kelompok perusahaan kritikal seperti energi, logistik, pos, transportasi, distribusi kebutuhan pokok masyarakat, serta supermarket dan hypermarket.
Belum lagi restoran dan kafe dengan area pelayanan di ruang terbuka. Bahkan juga bioskop, tempat wisata hingga pusat kegiatan publik yang menyediakan fasilitas olahraga. Demi keamanan dan keselamatan, semua area kegiatan publik itu pasti butuh aplikasi PeduliLindungi.
Kendati masih ada kekurangan atau kelemahan di sana-sini pada platform PeduliLindungi, inisiatif dan langkah cepat bagi optimalisasi perlindungan dan keamanan data yang melibatkan sejumlah institusi patut diapresiasi. Sebagaimana sudah diketahui publik, melalui kerja sama yang melibatkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), sejumlah kementerian terkait dan PT Telkom Indonesia, telah dilakukan migrasi sistem PeduliLindungi ke Pusat Data Nasional yang dikelola Kemenkominfo.
Semoga, dari migrasi itu aplikasi yang dikembangkan sejak awal 2020 sebagai hasil dari kolaborasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kesehatan, Kementerian BUMN, PT Telkom Indonesia serta BSSN, akan jauh lebih aman dan efektif. ***