Kinerja Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah II dan Disnaker Kabupaten Bekasi Dipertanyakan

Tangani Masalah PHK

Dukungan PUK SP KEP SPSI dalam aksi unjukrasa tolak PHK sepihak di halaman PT Matahari Alka, Kamis (12/8/ 2021). (Foto: Ist)

Loading

Bekasi – KINERJA Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah II Jawa Barat dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bekasi dalam menangani masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak karyawan di masa pandemi Covid-19 dipertanyakan.

Pasalnya, PHK sepihak selama pandemi Covid-19 memperlihatkan betapa mirisnya potret ketenagakerjaan. Padahal, kasus PHK yang menimpa pekerja/buruh di pabrik maupun perusahaan tidak main-main jumlahnya. Seperti yang terjadi di PT Matahari Alka, sebanyak 303 orang karyawan menjadi korban PHK sepihak.

Perusahaan yang bergerak di bidang steel office equipmet manufaturing di Kawasan Industri Newton Techno Park, Jl. Jati 5 Blk. J6 No.1, Lippo CIkarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat ini, diduga melakukan  tindakan PHK sepihak terhadap 303 orang pekerja tetap yang sudah bekerja kisaran selama 15 hingga 20 tahun di perusahaan tersebut.

Tidak terima dengan keputusan itu, karyawan yang terkena PHK mencoba berbagai cara agar bisa bekerja kembali, dengan gerak cepat melakukan konsolidasi ke tiap-tiap PUK SP KEP SPSI. Alhasil, dukungan aksi unjukrasa penolakan PHK sepihak pun terjadi pada 12 Agustus 2021.

Para karyawan yang menjadi korban PHK pun mendirikan tenda darurat dan memasang spanduk yang bertuliskan tuntutan sebagai bentuk perlawanan. Bahkan, mereka kini menduduki bagian depan pabrik hingga tuntutan dikabulkan.

Menurut Sutarno, Ketua Advokasi Hukum PUK SP KEP SPSI PT Matahari Alka yang juga ikut menjadi korban PHK, dia mengaku kaget setelah dipanggil pihak perusahaan untuk memberitahukan adanya PHK.

“Kami sangat kaget, dari serikat buruh juga kaget berikut teman-teman anggota kaget, karena PHK ini sebelumnya belum dikonfirmasi oleh pihak manajemen,” ujar Sutarno kepada Koran Bekasi, Jumat (13/8/2021).

Sutarno mengakui, pada 30 Juli 2021 pihaknya diminta melalui surat undangan untuk bertemu dengan kuasa hukum perusahaan. Saat itu, memang ada pemberitahuan bahwa perusahaan akan melakukan PHK.

“Pada hari itu, kami langsung melakukan pertemuan dengan kuasa hukum. Pada pertemuan itu, kuasa hukum perusahaan menyampaikan akan melakukan PHK dengan alasan efisensi menggunakan PP 35 Tahun 2021 pasal 43 ayat 1,” ungkapnya.

Setelah tanggal itu, kata Sutarno, kemudian muncul surat pemberitahuan PHK terhadap 302 orang disusul surat PHK pada seorang pekerja yang baru melakukan isolasi mandiri karena terpapar Covid-19, sehingga korban PHK menjadi 303 orang.

Dalam surat, lanjut Sutarno, pihak perusahaan dengan tegas menyatakan pemutusan hubungan kerja akan dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 20 Agustus 2021.

Sutarno menilai cara-cara PHK ini tidak lagi sesuai aturan dan memaksakan PHK menggunakan PP No.35 tahun 2021 sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja dalam melakukan PHK terhadap para pekerja.

Padahal, sebelumnya masih berlaku Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. Matahari Alka sebagai aturan tertinggi, mengikat dan otonom yang telah disepakati antara pimpinan perusahaan dengan PUK SP KEP SPSI PT Matahari Alka yang mengatur secara tersendiri pelaksanaan pemutusan hubungan kerja.

“Kami melihat PHK ini tidak patut, karena kami masih punya PKB (Perjanjian Kerja Bersama),” ucapnya.

Dalam aturan PKB, jika PHK tidak bisa dihindarkan, tetap wajib  dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja.

“PKB kami masih mengatur bahwasanya, apabila perusahaan mau melakukan PHK maka harus ada perundingan dulu dengan serikat pekerja,” ucapnya.

Melihat hal tersebut, kata Sutarno, PHK harus dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu. Barulah apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

“Jadi ini tidak dilakukan oleh perusahaan, tiba-tiba kami dihadapkan dengan kuasa hukum perusahan dan disodorkan daftar nama-nama yang akan di PHK,” sambungnya.

Sutarno menjelaskan, karyawan yang terkena PHK tidak hanya dirasakan anggota serikat pekerja, tetapi  sebanyak 8 orang pengurus, termasuk Ketua dan Sekretaris PUK SP KEP SPSI juga turut menjadi korban PHK.

“Tindakan PHK yang dilakukan PT Matahari Alka selain dilakukan secara sepihak dan melanggar hukum, juga sangat patut diduga merupakan upaya untuk melemahkan serikat pekerja (Union Busting),” tuturnya.

Tidak terima dengan keputusan itu, para karyawan sudah mencoba berbagai cara agar bisa bekerja kembali. Ia menyebutkan pihaknya sudah melakukan upaya mengirimkan surat permohonan audensi kepada Bupati Bekasi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD). Bahkan, sudah 2 kali berkirim surat ke UPTD Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah Dua Jawa Barat di Karawang agar segera sidak ke perusahaan demi nasib para pekerja yang menolak PHK sepihak. Tapi, hingga kini tak kunjung ada tanggapan.

“Minggu yang lalu, kami sudah mengirimkan permohonan audensi kepada Bupati Bekasi, DPRD. Tapi hingga saat ini belum ada tanggapan,” kata Sutarno.

Yang menjadi pertanyaan karyawan, sikap Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah II Jawa Barat di Karawang, kenapa tidak menanggapi surat yang sudah dikirimkan para karyawan sebanyak 2 kali, ada apa?

“Kami sudah mengirimkan dua kali surat kepada pengawas, tapi sampai saat ini belum ada tanggapan. Padahal, kami mengharapkan agar Pengawas bisa hadir kesini, sidak kesini dan menggambil sikap terhadap kami,” harapnya.

Sejauh ini, Sutarno masih bingung dengan kebijakan perusahaan. Sebab selama Pandemi ini kegiatan perusahaan masih berjalan normal. Terkait keluhan, sejak dari dulu perusahaan selalu berdalih merugi.

“Kalau untuk produksi kami melihat baik-baik saja dan standard. Kalau masalah keluhan manajemen, memang itu dari dulu. Dari dulu, ketika kami Bipartit dengan manajemen membahas apapun pasti alasannya, perusahaan lagi rugi, rugi dan rugi,” tutupnya.

Menanggapi aksi unjukrasa para karyawan tersebut, Kepala Bidang Hubungan Industrial Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, Nur Hidayah mengklaim belum ada laporan karyawan maupun serikat PT Matahari Alka untuk mengajukan permohonan penanganan.

“Untuk PT Matahari Alka sampai detik ini belum ada pengaduan kesini, selama ini tidak ada pengaduan, tidak ada permohonan kepada kami untuk melakukan penanganan. Kita prinsipnya mengedepankan Bipartit,” kata Nur Hidayah kepada Koran Bekasi di ruang kerjanya, Jumat (13/8/2021).

Nur Hidayah mengakui, persoalan karyawan PT Matahari Alka diketahui setelah serikat kerja datang ke kantornya. Setelah itu ia baru mengetahui adanya permasalahan PHK yang dialami karyawan.

“Tadi memang ada serikatnya kesini untuk menyampaikan adanya permasalahan PHK di PT Matahari Alka,” katanya.

Selanjutnya Nur Hidayah menanyakan permasalahan ini apakah sudah dilakukan pengaduan ke Disnaker Kabupaten Bekasi. Tapi, sejauh ini katanya masih ingin diselesaikan secara internal.

“Kami belum mau mengadu ke Disnaker. Karena kita masih ingin menyelesaikan ini secara internal, kata serikat kepada saya,” ungkap Nur Hidayah.

Karena aksi karyawan PT Matahari Alka sudah mencuat ke publik, Nur Hidayah pun meminta serikat agar menyampaikan surat pengaduan ataupun laporan resmi kepada Disnaker.

“Katanya sih, hari ini sudah mengirimkan surat ke Disnaker,” ungkapnya. (BK/Zas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *