Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak untuk segera memeriksa memeriksa Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait aliran dana dari luar negeri. Pasalnya, ICW dinilai telah melanggar aturan soal dana hibah dari dan atau asing.
Sehubungan dengan desakan audit laporan keuangan ICW tersebut, Aliansi BEM Nusantara mengirimkan surat pefrmintaan ke BPK. “Kami meminta agar data audit laporan keuangan KPK periode sebelum-sebelumnya. Sebab, dari temuan kami, beberapa dana asing mengalir ke ICW, masuk melalui KPK. Karenanya, kita minta agar ICW diaudit,” ujar Koordinator Pusat BEM Nusantara Eko Pratama kepada wartawan di Jakarta, Senin (8/8/2021).
Dikemukakan, BEM Nusantara telah melakukan kajian hukum atas transparansi pengelolaan dana hibah luar negeri yang diterima ICW. Dalam kajian tersebut, ICW mendapat berbagai dana hibah dari lembaga luar dan dalam negeri. Selain itu, ICW disebutkan melakukan investasi di dua tempat.
Menurut Eko. berdasarkan laporan keuangan ICW, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir ICW selalu mendapat dana hibah, baik dana hibah yang berasal dari dalam negeri maupun dana hibah yang berasal dari organisasi luar negeri atau lembaga internasional.
“Selain itu, berdasarkan laporan keuangan tahun 2020, ICW juga melakukan investasi pada PT Visi Integitas Nusantara dengan nilai harga saham Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dan melakukan investasi pada Obligasi SUN sebesar Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah),” kata dia sebagaimana dikutip detik.com.
Selain itu, Eko menyebutkan, ICW melakukan beberapa pelanggaran soal dana hibah asing. Salah satunya soal mendapatkan dana Rp8 miliar dari dana hibah USAID melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Pada laporan keuangan ICW tahun 2011 s/d 2014, menujukan bahwa dana hibah USAID ke KPK melalui MSI yang telah diterima ICW dan telah digunakan sebesar total Rp8.318.007.071 (delapan miliar tiga ratus delapan belas juta tujuh ribu tujuh puluh satu rupiah). Namun setelah kami melakukan penelusuran, penggunaan dana tersebut tidak dipublikasikan secara transparan penggunaannya diperuntukkan untuk program apa saja,” tandasnya.
Padahal, lanjut dia, dalam Pasal 40 Permendagri Nomor 38/2008, telah diatur secara eksplisit bahwa setiap dana berupa bantuan yang diberikan kepada setiap organisasi wajib diinformasikan kepada masyarakat melalui media publik dan dilakukan paling lama 14 (empat belas hari) kerja setelah tanggal pelaksanaan kegiatan.
Menurutnya, dari penelusuran yang dilakukan BEM Nusantara, pada laporan tahunan ICW tahun 2013, ICW menemukan dugaan korupsi di sektor migas. Kemudian, pada 2011 disebut ICW juga menemukan dugaan korupsi sebesar Rp 18,114 triliun. Namun temuan itu tidak disampaikan oleh ICW kepada publik.
“Setelah ditelusuri ternyata ICW mendapat suntikan dana atau hibah dari organisasi MIGAS internasional, yaitu Revenue Wathc Institutie (RWI). Hal ini mengindikasikan adanya kepentingan pendonor agar temuan yang didapat oleh ICW tidak dipublikasikan, tentunya fakta ini cederai nilai luhur ICW yang telah dibangun sejak awal,” tutur Eko.
Kemudian, Koordinator Isu Sosial Politik Aliansi BEM Nusantara, Aldy Ibura, menyampaikan, adanya dana hibah tersebut membuat kecurigaan. Dia menyebut ICW menyalahi aturan soal dana hibah dari luar negeri.
“Bagi kami, dana hibah asing yang mengalir ke ICW diduga kuat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan temuan audit investigasi yang telah kami susun secara eksplisit terhadap informasi serta publikasi yang ada di website ICW itu sendiri,” kata Koordinator Isu Sosial Politik Aliansi BEM Nusantara, Aldy Ibura, dalam keterangannya. (dtc/BK)