DPR Isolasi di Hotel, Masyarakat Dapat Fasilitas Apa?

Hotel Oasis Atrium Senen salah satu tempat Isoman para anggota DPR RI. (Foto: Ist)

Jakarta – Siapa yang tidak iri melihat fasilitas yang diperoleh khususnya dalam situasi sulit pada masa pandemic covid 19 belakangan ini. Bagaimana tidak, bagi yang terpapar,.para wakil rakyat itu tidak perlu susah-susah mencari tempat atau rumah sakit untuk melakukan isolasi mandiri.
Pasalnya, negara melalui Sekretariat Jenderal DPR RI menyediakan fasilitas isolasi mandiri bagi anggota DPR yang terpapar positif Covid-19 di dua hotel di Jakarta. Penyediaan fasilitas tersebut dipastikan berdasarkan surat nomor SJ/09596/SETJEN DPR RI/DA/07/2021 yang ditandatangani Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar pada Selasa (26/7/2021).

“Bersama ini kami sampaikan dengan hormat, bahwa Sekretariat Jenderal DPR RI bekerja sama dengan beberapa hotel, menyediakan fasilitas karantina/isolasi mandiri bagi anggota DPR RI yang terkonfirmasi positif Covid-19 baik yang tanpa gejala (OTG) maupun gejala ringan dengan isolasi mandiri di hotel,” demikian petikan bunyi surat tersebut yang telah dikonfirmasi Indra.

Dua hotel dimaksud masing-masing Hotel Ibis Budget Grogol Petamburan, Jakarta Barat, dan Hotel Oasis Atrium Senen, Jakarta Pusat. “Kedua itu hotel yang kerja sama dengan kami . Kita sudah lakukan MoU, tapi tentu kami berdoa ya tidak pernah digunakan tentunya, ini kan untuk prepare saja sebetulnya,” tutur Indra sebagaimana dikutip kompas.com.

Menurutnya, fasilitas hotel disiapkan mengingat tingginya aktivitas anggota DPR di daerah pemilihan maupun kegiatan politik masing-masing yang membuat mereka berpotensi terpapar Covid-19. Dan anggota DPR memang dapat melakukan isolasi mandiri di rumah jabatan mereka. Namun, hal itu rupanya menimbulkan keluhan dari tetangga.

“Tetangga-tetangganya banyak yang complain karena ada anak-anak kecil mereka yang takut keluar rumah sekarang karena mengkhawatirkan airborne dan macam-macam lah gitu ya akibat peularan pandemi ini,” kata dia.

Indra mengklaim, fasilitas tersebut sudah sesuai dengan surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-369/PB/2020 dan S-308/PB/2020. “Ada salah satu poinnya menyebutkan dalam hal tidak tersedia mess atau asrama atau wisma, kementerian/lembaga atau satker dapat menggunakan penginapan atau sejenisnya dengan mempertimbangkan efisiensi dan ketersediaan dana dan tenaga,” kata dia.

Ilustrasi, pasien Covid yang menambahkan penanganan di halaman RS. (Foto: Ist)

Berbanding Terbalik
Fasilitas mewah itu berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan yang dialami masyarakat umum. Sebab, pada akhir dan awal Juli ini di mana terjadi lonjakan korban yang terpapar covid 19, masyarakat sangat sulit mendapatkan rumah sakit untuk mendapat perawatan.

Bahkan tidak sedikit, masyarakat seolah dibiarkan begitu saja tanpa pemantauan dan penanganan petugas kesehatan. Apalagi bagi yang isolasi mandiri, saking banyaknya yang terpapar, petugas Puskesmas tidak sanggung lagi datang setiap hari mengunjungi pasien Isoman. Kecual, warga aktif menguhubing petugas Puskesmas.

“Selam Isoman selama 14 hari pada awal Juli ini, hanya sekali dikunjungi dokter untuk memeriksa. Selebihnya, hanya lewat telepon, itu pun karena kita hubingi. Bahkan satu kali, saya melarikan anak saya ke rumah sakit padahal kami berdua dalam posisi masih positif. Rumah sakit pertama menolak karena penuh dan petugas medis padat, lalu saya larikan ke rumah sakit lain, untung langsung ditangani dan diobati meski di luar IGD. Bersyukur, hasil pemeriksaan, kondisi anak saya masih bagus sehingga tidak perlu dirawat di RS dan cukup isoman di rumah,” ujar Hendrik, warga Rawalumbu, Bekasi menjelaskan kejadian awal bulan ini.

Lain lagi pengalaman yang diutarakan Sukron, warga Jasinga, Bogor. Dikemukakan, mereka hanya ditangani mantra/bidan desa. Sedangkan rumah sakit tidak mampu lagi menampung pasien. “Pertama-tama isteri saya yang terkena covid. Saya bawa ke RSUD, kemudian disuruh Isoman,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (26/7/211) kemarin.

Setelah itu, kata dia, dia dan isterinya benar-benar mandiri. Sebab dia pun akhirnya ikut terpapar dan menjalani isoman. Dengan kondisi juga terpapar, Sukron berjuang sendiri, termasuk membeli obat-obatan karena tidak ada pasokan dari Kementerian Kesehatan sebagaimana dijanjikan.

“Jika ada gejala atau keluhan berat, baru memanggil mantra atau bidan yang tentu bayar sendiri, Sebab saya tidak diswab antigen, jadi diberikan obat dari pemerintah. Alhamdulillah, setelah selesai isoman, kondisi kami mulai membaik. Yang pasti di Desa ini banyak juga yang terpapar, tanpa pantauan dan penanganan petugas Dinas Kesehatan,” tandas Sukron. (BK/aga/KC)

 901 total views

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *