Jakarta – Secara histrois, ibadah Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban bagi umat Islam adalah memberikan satu pelajaran penting bahwa tidak ada korban manusia untuk kepentingan agama. Tuhan hanya menguji manusia untuk mengorbankan ego dan kepentingan pribadinya. Semangat ini tentu menjadi cukup aktual ketika dikontektualisasikan dengan problem kebangsaan seperti radikalisme dan pandemi Covid-19 saat ini.
Direktur Eksekutif Damar Institute Dr. H. Muhammad Suaib Tahir, Lc, MA, mengatakan bahwa dari peringatan Idul Adha ini ada tiga hikmah utama yang dapat dipetik yaitu umat diajak mengenang betapa ketaatan Nabi Ibrahim, AS ini tiada tandinganya. Betul-betul totalitas dalam menjalankan perintah Allah SWT termasuk kesiapan untuk mengorbankan segala yang dimiliki.
“Yang kedua, Idul Adha merupakan momentum yang sangat berharga untuk kembali mereflesikan diri sejauh mana ketaatan kita kepada Allah SWT melalui kesediaan kita untuk mengeluarkan sedikit dari apa yang kita miliki untuk kepentingan bersama (berkurban),” ujar Suaib di Jakarta, Senin (19/7/2021) malam.
Ketiga, lanjutnya, adalah bagaimana umat menghidupkan syiar-syiar agama yang telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW sebagai wujud solidaritas sesama manusia. Seperti berbagi antar sesama di tengah tengah situasi seperti pandemi sekarang ini. Seluruh umat dituntut untuk menunjukkan kebersamaan dan meninggalkan sifat-sifat egois.
“Ada tiga sosok yang patut kita renungkan pada peristiwa Idul Adha ini, yaitu Siti Hajar yang menerima perintah suaminya, Nabi Ibrahim AS yang relah mengorbankan anak kesayangannya yakni Nabi Ismail AS yang dengan sabar dan patuh kepada orang tuanya,” ucap Peraih Pasca Sarjana dari Islamic University Khartoum, Sudan itu.
Pria yang akrab disapa Kiai Suaib ini menyebut bahwa ketiga sosok ini telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi umat manusia setelahnya. Sehingga hikmah yang dapat dipetik dari tiga sosok yang mulia ini bahwa pengorbanan atas sifat-sifat egoisme akan membuahkan hasil yang sangat luar biasa bagi kehidupan manusia di kemudian hari.
”Apa yang dilakukan oleh ketiga sosok yang mulia ini semestinya menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua umat Islam bahwa betapa pengorbanan itu sangatlah penting untuk kepentingan hidup manusia,” tutur dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta itu.
Apalagi menurutnya, di tengah-tengah sistuasi pandemi Covid-19 yang melanda negeri ini sekarang, sudah sepatutnya umat membuang sifat-sifat egoisme dan mengedepankan solidaritas antara sesama untuk saling membantu dan tolong menolong serta gotong royong. Apa yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim sesungguhnya hanyalah ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Oleh karenanya Allah menggantikannya dengan seekor domba dari surga.
”Langkah ini menunjukkan betapa Allah SWT menempatkan nyawa manusia itu sebagai yang utama dalam diri seseorang. Oleh karenanya agama mengajarkan bahwa menyelematkan jiwa manusia adalah satu tujuan syariat,” terang Suaib.
Ia menyampaikan bahwa di tengah tengah menyebarnya wabah Covid-19 ini, setiap orang sesungguhnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam upaya menyelamatkan nyawa. Caranya dengan berusaha semaksimal mungkin mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah seperti menjaga jarak, mencuci tangan dan menghindari kerumuman serta tidak melakukan aktivitas yang melibatkan banyak orang.
”Saat inilah kita harus membuang egoisme yang mementingkan hanya diri sendiri, karena bagaimanapun kita adalah bagian dari masyarakat umum yang harus saling menjaga dan saling melindungi,” jelas kiai yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir ini.
Selain itu, dirinya juga menyebut bahwa berkurban ini adalah wujud kepedulian antara sesama manusia. Karena itu dalam hadis disebutkan ‘bahwa sesungguhnya apa yang engkau kurbankan itu daging dan darahnya tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai hanya ketaqwaaan kita kepada Allah. Maka cukuplah bagi kita secara ikhlas untuk berkurban, dan daging kurban itu kita serahkan kepada masyarakat yang membutuhkan’.
“Di hadis lain juga disebutkan bahwa tidak sempurna iman seseorang jika ia kenyang, sementara tetangganya kelaparan. Hal ini menunjukkan bahwa betapa Islam ini mendorong pemeluknya agar selalu bersolidaritas dengan sesamanya apalagi di masa masa sulit seperti sekarang ini,” ujarnya mengakhiri. (BK/man)