Investigasi Kehidupan Manusia Silver; Dari Tidak Suka Hingga Cibiran yang Didapat

Loading

Bekasi – BERDIRI sepanjang hari di bawah terik panas matahari, begitulah pekerjaan para pengamen yang berjuluk manusia silver. Wajah, tangan, serta kakinya dilumuri cat berwarna silver yang berkilau. Tanpa peduli risiko yang dihadapi, padahal bahan cat pewarna yang digunakan yaitu cat besi yang merupakan bahan yang membahayakan kulit. Setidaknya, inilah gambaran dari liputan investigasi mahasiswa Unisma Bekasi; Nur Rohmah Wati, Irwan Rahmatullah, Yusuf Nur Rochmat, dan M Ihsan di Kota Bekasi dalam beberapa pekan terakhir.

Kesehariannya selalu bermain kucing-kucingan dengan petugas Satpol PP Kota Bekasi. Semua itu dilakukan demi menyambung hidup. Hal inilah yang dilakukan para manusia silver yang mengemis di beberapa sudut Kota Bekasi.

Nagita, namanya. Dia merupakan salah satu manusia silver yang ada di Kota Bekasi. Perempuan yang sejak usia 17 tahun hidup bersama orang jalanan ini bekerja menjadi seorang pengamen manusia silver. Hingga saat ini dia berstatus telah berkeluarga, pekerjaannya tetap ia tekuni demi menyambung kehidupannya.

Soal penghasilan, menjadi manusia silver lebih menjanjikan dibanding hanya sekadar mengamen biasa. Itulah kata nagita. Dalam sehari dia dapat mengantongi paling sedikit Rp100 ribu dari hasil mengamen menjadi manusia silver. Ia juga merupakan satu manusia silver yang ada di Kota Bekasi yang sempat ditangkap Satpol PP dalam keadaan mengandung.

Berdasarkan pengalamannya, wanita yang sudah setahun menjadi manusia silver ini mengatakan bahwa dia sering sekali dikejar Satpol PP, dan sempat di lempar ke daerah Padurenan pada saat razia besar dengan posisi sedang hamil.

“Lagi itu aja saya sempet ketangkep ampe dilempar ke Pedurenan, pas ngandung itu lagi razia besar-besaran. Nah dikasih tau katanya jangan make ini (cat silver), kasian kandungannya. Lah, kata saya mau begimana lagi pak lagi covid gini kan nyari kerjaan susah. Nah dia bilang, trus kamu gak boleh begini lagi. Tapikan nyari kerjaan susah mau gak mau harus begini kan, ya udah ditahan cuma sehari doang. Kalo laki yang jemput gak bisa kalo gak keluarga,” ungkap Nagita saat diwawanacarai pada Senin (31/5/2021).

Bekerja menjadi manusia silver memang tidak mudah, disamping segala pekerjaan memang membutuhkan usaha agar mencapai hasil. Pandangan meremehkan, tidak suka, hingga cibiran selalu mereka dapatkan dari orang sekelilingnya ketika sedang melakukan pekerjaannya sebagai manusia silver. Begitupula yang dialami Nagita.

Menjamurnya profesi manusia silver menjadikannya ada di setiap sudut Kota Bekasi. Di palang pintu kereta api misalnya, yang telah disambangi ada Rio. Dia merupakan remaja usia 19 tahun yang sudah setahun lebih memilih bekerja sebagai manusia silver. Ia menjadi manusia silver tidak sendirian, melainkan ditemani istrinya yang bernama Dita yang berusia 17 tahun. Ia menemani sang suami Rio karena demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Kehidupan di jalanan berawal dari ngamen, hingga akhirnya dia diajak oleh temannya untuk beralih profesi menjadi manusia silver hingga saat ini.

Sama seperti Nagita, ketika ditanya soal penghasilan Rio pun mengatakan menjadi manusia silver lebih menghasilkan daripada hanya mengamen. Penghasilannya bahkan mencapai Rp200 ribu per hari, dimulai dari jam 10.00 pagi sampai jam 20.00 malam.

Lain dengan Nagita, Rio, dan Dita, manusia silver yang bernama Andreas ini baru seminggu bekerja menjadi manusia silver. Pria dengan usia 28 tahun kelahiran Sumatera Utara ini bertempat tinggal di Jati Asih Bekasi. Sebelum bekerja menjadi manusia silver, ia merupakan seorang buruh yang menekuni pekerjaannya di salah satu pabrik garmen di Cileungsi Bekasi. Namun, ia terpaksa menjadi manusia silver karena telah kehilangan pekerjaannya. Karena tidak ada pekerjaan lagi, ia memutuskan untuk menjadi manusia silver demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Andreas setiap harinya berjalan dari Jati Asih sampai lampu merah Rawa Semut. Ia meminta ke setiap mobil dan pengguna motor lainnya yang berhenti di lampu merah. Terkadang ia tidak fokus di lampu merah saja, namun ia juga berkeliling menuju mall yang ada di sekitar Bekasi. Ia berkeliling menjadi manusia silver dari jam 10.00 pagi sampai jam 21.00 malam.

Ketika ditanya soal bahan cat yang digunakan untuk mewarnai tubuhnya, Nagita, Rio, Dita, dan Andreas justru mereka menjawab bahwa bahan cat silver tersebut berbahaya bagi tubuh. Namun mereka  seperti tidak menghiraukan akan bahaya dari cat silver tersebut, dan mereka lebih mempedulikan kebutuhan ekonomi.

Berdasarkan pengalamannya, Andreas mengatakan bahwa pernah dikejar-kejar oleh Satpol PP ketika sedang menjadi manusia silver. Ia mengatakan bahwa ketika tertangkap, Ia akan dibawa ke panti sosial guna diberi arahan agar berhenti dan tidak menjadi manusia silver.

“Menjadi manusia silver tidaklah mudah, banyak hinaan dan dipandang sebelah mata oleh orang lain. Tetapi saya tidak pernah menghiraukan itu semua, saya tetap menjalankannya dengan ikhlas dan lapang dada,” ucap Andreas. (BK/Zas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *