Menlu Retno: Israel Langgar Gencatan Senjata

Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri. (dok.jpnn.com)

Loading

JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) membeberkan alasan Indonesia mendukung resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berisi tentang seruan penghentian aliran senjata ke Myanmar, berbeda sikap dengan sejumlah negara ASEAN.

“Resolusi yang diadopsi sudah sejalan dengan kepentingan Indonesia, termasuk mencantumkan hasil-hasil pertemuan pemimpin ASEAN di Jakarta, yakni lima poin konsensus,” ujar juru bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, kepada wartawan Selasa (22/6/2021).

Dalam kesempatan tersebut, Faizasyah juga membantah pemberitaan yang menyatakan bahwa Indonesia dan delapan negara ASEAN lainnya sempat meminta menghapus seruan embargo senjata dari resolusi tersebut.

Berdasarkan pemberitaan tersebut, Indonesia dan negara ASEAN lainnya disebut mengirimkan surat ke Leichesten selaku pihak yang mengajukan draf resolusi. Namun, Faizasyah menegaskan bahwa Indonesia tidak mengajukan perubahan draf itu.

“Tidak benar Indonesia tidak sepakat dengan draf awal resolusi,” ucapnya.

Meski demikian, ia tak menyangkal anggota negara ASEAN lain mengajukan perubahan.

Pada saat proses konsultasi draf resolusi berlangsung, kata Faizasyah, perwakilan sejumlah negara anggota ASEAN di New York menyampaikan kompilasi usulan perubahan atas beberapa paragraf dari rancangan resolusi.

“(Perubahan itu) termasuk paragraf mengenai ekspor senjata ke Myanmar.”

Saat isu mengenai penolakan ini berkembang, Faizasyah sempat mengatakan bahwa, “Dalam pembahasannya, terlihat jelas terdapat perbedaan pandangan yang lebar diantara negara anggota PBB termasuk di antara negara ASEAN,” ujarnya seperti dilansir dari CNNIndonesia.com.

Ia juga berkata, “Indonesia berusaha memfasilitasi pembahasan rancangan resolusi tersebut dengan harapan tercapai konsensus sehingga akan mengirimkan pesan yang kuat ke Myanmar. Dalam memfasilitasi pembahasan rancangan resolusi tersebut, banyak sekali tantangan yang muncul.”

Majelis Umum PBB akhirnya menggelar pemungutan suara terkait resolusi tersebut di markas mereka di New York, AS, pada Jumat (18/6).

Resolusi PBB telah disetujui 119 negara, dengan 36 abstain termasuk China – yang selama ini dikenal sebagai sekutu utama junta Myanmar. Hanya satu negara yang menentang yakni Belarusia.

Dalam pemungutan suara itu, empat dari sepuluh negara anggota ASEAN abstain, yaitu Thailand, Brunei, Kamboja, dan Laos.

Sementara itu, Menlu Retno Marsudi mendesak Gerakan Non Blok (GNB) untuk mengambil langkah untuk menemukan solusi dalam mengatasi akar permasalahan konflik Palestina dengan Israel. Solusi tersebut harus tahan lama untuk akar permasalahan konflik yaitu, pendudukan.

“Seperti yang diperkirakan, Israel melanggar gencatan senjata minggu lalu,” kata Retno dalam Rapat Luar Biasa Menteri Gerakan Non Blok Komite Palestina.

“Sebuah pertanyaan yang saya ajukan selama Debat UNGA (Majelis Umum PBB) di New York Mei lalu masih ada, berapa lama lagi kita akan membiarkan kekejaman ini berlanjut,” sambungnya.

“Pelanggaran semacam itu oleh Israel telah menjadi normal baru, realitas baru, rutinitas baru dan akan terus demikian jika kita tidak dapat menemukan solusi yang tahan lama untuk akar permasalahan, pendudukan,” katanya.

Retno pun mengusulkan kepada GNB tiga langkah penting untuk menemukan cara dalam mengatasi akar permasalahan dan bergerak melampaui manajemen krisis menuju solusi yang tahan lama.

“Pertama, GNB harus mendukung peluncuran kembali negosiasi multilateral yang kredibel,” kata Retno.

Dikatakan oleh Retno, untuk waktu yang lama, tidak ada pembicaraan damai yang substantif antara Israel dan Palestina.

Dukungan GNB untuk menghidupkan kembali proses pembicaraan damai akan menjadi sangat penting, melalui platform multilateral yang ada dengan dukungan negara-negara di kawasan.

“Proses perdamaian seperti itu harus didasarkan pada solusi dua negara sesuai dengan parameter yang disepakati secara internasional,” ujar Retno.

Kedua, GNB harus mendukung kenegaraan Palestina.

“Kekuatan GNB ada pada jumlahnya, itulah mengapa suara kita untuk Palestina penting,” tegas Retno.

GNB harus berbicara dalam satu suara untuk menghidupkan kembali komitmennya untuk mendukung kenegaraan Palestina. GNB harus menolak narasi yang memecah belah negara Palestina.

Salah satu cara untuk melakukannya, menurut Retno, adalah dengan menekan Israel untuk mengizinkan Palestina mengadakan pemilihannya. Pemilu yang kredibel di Palestina akan memperkuat kenegaraan Palestina secara keseluruhan.

“Kita harus mengulangi seruan kita kepada anggota GNB dan negara-negara lain yang belum mengakui Negara Palestina untuk melakukannya,” serunya.

Ketiga, GNB harus mampu mencegah terulangnya kekejaman di masa depan.

“Dalam Debat UNGA Mei lalu, saya menyerukan pembentukan kehadiran internasional di Al-Quds untuk memantau dan memastikan keselamatan rakyat Palestina di wilayah pendudukan; untuk melindungi status kompleks Al Haram Al-Sharif sebagai corpus separatum, tempat suci tiga agama,” kata Retno.

“GNB harus melakukan hal yang sama. Negara-negara Anggota GNB yang saat ini duduk di Dewan Keamanan harus menjadi kekuatan pendorong untuk mendorong inisiatif ini,” tegas mantan Dubes Belanda ini.

GNB didirikan untuk mengakhiri imperialisme dan kolonialisme.

“Kami berutang kepada rakyat Palestina sebuah negara Palestina merdeka yang telah lama tertunda. Hidup berdampingan dalam pijakan yang sama dengan kita semua,” kata Retno.

“Perjuangan kita masih jauh dari selesai tapi dengan bekerja sama, suatu hari nanti, saya yakin Palestina akan merdeka,” pungkasnya. (BK/Djoe) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *