Bogor – Polemik dan sengketa GKI Yasmin ini bermula dari dibekukannya IMB pendirian GKI Yasmin pada 2008 di Jl. KH R Abdullah Bin Nuh No. 31, Curug Mekar, dekat perumahan Yasmin, Bogor. Pembekuan izin tersebut atas penerbitan IMB No. 645.8-372/2006 tanggal 19 Juli 2006 untuk pembangunan rumah ibadah atas nama GKI Pengadilan di lahan itu.
Akibatnya, terjadi polemik dan sengketa yang berkepanjangan, lalu masuk ke ranah hukum terkait IMB. Lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung pada 4 September 2008, majelis hakim memenangkan gugatan panitia pembangunan Gereja Yasmin tentang Pembekuan IMB.
Pemkot Bogor kemudian mengajukan banding, lalu Pengadilan Tinggi TUN di Jakarta mengeluarkan putusan yang menguatkan putusan PTUN Bandung. Atas putusan PT TUN Jakarta tersebut, Pemkot Bogor mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Namun, gugatan Pemkot kembali kandas untuk kesekian kalinya. Kali ini di Mahkamah Agung. Di mana pada Desember 2010, MA mengeluarkan putusan yang menguatkan putusan PTUN Bandung dan PT TUN Jakarta yang memerintahkan Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor mencabut surat Pembekuan IMB GKI Yasmin. Sebab, kasasi tersebut tidak memenuhi syarat formal. Alasan majelis kasasi, yang menjadi objek gugatan adalah merupakan keputusan pejabat daerah.
Rupanya, meski gugatan tata usaha Negara oleh Pemkot Bogor kandas di Mahkamah Agung, bukan lantas persoalan selesai. Sebab kemudian diketahui adanya pemalsuan surat pernyataan tidak keberatan dari warga pada proses pengajuan IMB.
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bogor No. 265/Pid.B/2010/PN Bogor tertanggal 20 Januari 2011 menyatakan Munir Karta, bekas Kepala RT VII/ RW III, merekayasa surat pernyataan tidak keberatan dari warga dan tanda tangannya. Dia dinyatakan melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 378 KUHP perihal perbuatan curang.
Adanya pemalsuan tanda tangan itu membuat Pemkot Bogor kembali membekukan IMB GKI Yasmin pada Maret 2010. Lokasi gereja juga disegel saat itu. Pada Agustus 2010, Pemkot Bogor melepas segel GKI Yasmin. Hal itu didasarkan atas rekomendasi Ombudsman RI yang merekomendasikan agar Pemkot Bogor mencabut keputusan pencabutan IMB GKI Yasmin. Sayangnya, pembukaan segel saat itu hanya berlangsung 1 hari.
Dan di tahun yang sama, Pemkot Bogor kemudian mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke MA pada Desember 2010 terhadap putusan yang menguatgkan PTUN Bandung dan PTTUN Jakarta. PK diajukan didasari putusan PN Bogor yang menyatakan Munir Karta bersalah memalsukan surat.
Namun, MA tetap bersikukuh pada putusannya semula, yakni menguatkan putusan yang dikeluarkan PTUN Bandung dan PT TUN Jakarta yang memerintahkan Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor untuk mencabut SK IMB. Berdasarkan putusan MA tersebut, Wali Kota Bogor menerbitkan SK Wali Kota Bogor yang melaksanakan perintah MA.
Meski demikian, persoalan tidak kunjung selesai, Pemkon Bogor enggan melaksanakan putusan MA. Dengan mempertimbangkan keputusan hasil rapat Muspida Kota Bogor pada Januari 2011.
Alhasil, persoalan ini pun berlarut-laruh seolah tanpa ujung. Padahal, berbagai upaya dilakukan langkah-langkah mencari penyelesaian. Seperti pengakuan Walikota Bogor, dalam penyelesaian sengkarut GKI Yasmin, pihaknya telah melakukan 30 kali pertemuan resmi dan 100 pertemuan informal.
Dan puncaknya, Minggu 13 Juni 2021, sengkarut GKI Yasmin dinyatakan berakhir. Pemkot Bogor resmi menghibahkan lahan di Cilendek Barat untuk pembanguna Gereja untuk umat GKI Yasmin. (sumber.dtc/BK/Aga)