BEKASI – Kekerasan seksual merupakan suatu masalah yang menjadi kekhawatiran di masyarakat, khususnya bagi kaum perempuan. Bahkan, di tengah situasi pandemi Covid-19 kekerasan seksual pada anak, perempuan dan laki-laki jumlahnya meningkat.
Hal itu dikatakan praktisi hukum Agustina Magdalena SH MH dalam acara Prolekum di Radio RPK 96,30 FM saat berbicara tentang Program Melek Hukum (Prolekum).
“Ada yang perlu kita soroti. Kekerasan seksual layaknya Momok yang belum teratasi. Bahkan di tengah situasi Covid-19 kekerasan seksual pada anak, perempuan dan laki-laki jumlahnya meningkat,” kata Agustina Magdalena kepada Koran Bekasi, Selasa (8/6/2021).
Menurut praktisi hukum yang akrab disapa Ibu Lena ini, payung hukum sebenarnya sudah ada, yakni Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak dan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Kemudian, ada juga UU tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.
“Akan tetapi, belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus, lengkap dan menyeluruh tentang Penghapusan Kekerasan Seksual,” kata Lena.
Menurut dia, istilah kekerasan seksual tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Meskipun demikian, beberapa pasal dalam KUHP ada yang mengatur mengenai kejahatan seksual yang didefinisikan sebagai setiap aktivitas seksual yang dilakukan orang lain terhadap perempuan.
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), kata dia, tujuannya untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, melindungi korban yang mengalami Kekerasan Seksual, merehabilitasi korban, memulihkan rasa trauma pada korban kekerasan seksual dan jaminan untuk korban yang mengalami kekerasan seksual tersebut.
Dia memjelaskan, pada tanggal 9 Maret 2021 sudah ada kesepakatan dengan Badan Legeslatif DPR RI, ada daftar Beberapa Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas tahun 2021. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) ada di No. 16, yang mana pasti akan dibahas.
Dalam RUU PKS diharapkan kerja sama dan dukungan dari semua pihak, termasuk dari masyarakat, perorangan termasuk dari organisasi kemasyarakatan untuk bersama bergerak mewujudkan sebuah UU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual.
“Bagi korban yang mengalami kekerasan seksual jangan malu, jika membutuhkan pendampingan hukum. Saya siap membantu dan bisa langsung lapor ke Komnas Perempuan. Jangan pernah takut untuk melawan, supaya para pelaku jera. INGAT BAHWA KALIAN TIDAK SENDIRI,” ungkap Ibu Lena. (BK/ZAS)