Batalkan Rencana Anggaran Modernisasi Alutsista dari Utang!

Menhan Prabowo Subianto. (Foto: Istimewa)

Loading

JAKARTA – Masyarakat yang kini sedang mengalami kesulitan dan krisis ekonomi akibat pandemi Covid 19, dipastikan bakal semakin terbebani, jika pemerintah terus menambah utang. Apalagi menambah utang hanya sekadar membeli alat pertahanan dan keamanan.

Dan nilai rencana anggaran pembelian alutsista itu pun sangat fantastis, sebesar Rp1.700 triliun. Selain itu, pagu anggaran dari pinjaman luar negeri ini akan membuat utang Indonesia semakin besar.

Kementerian Pertahanan (Kemhan) saat ini sedang merancang anggaran untuk sektor pertahanan dalam rangka modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) sebesar Rp1.700 triliun. Rencana itu tertuang dalam rancangan Peraturan Presiden tentang Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Perpres Alpalhankam) yang sedang disusun Kemhan.

Anggaran sebesar Rp1.700 triliun itu rencananya akan diperoleh dari pinjaman luar negeri dan diperuntukkan untuk proses akuisisi alpalhankam, biaya pemeliharaan dan perawatan, serta biaya bunga selama lima periode renstra dan dana kontingensi. Anggaran tersebut direncananya akan dialokasikan pada renstra 2020- 2024. Dengan kata lain, anggaran sebesar itu rencananya akan dihabiskan dalam waktu 2,5 tahun.

Alutsista dari Utang
Rencana ini mendapat sorotan publik, salah satunya dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Koalisi menilai rencana modernisasi alutsista saat ini dengan anggaran yang begitu besar berlebihan dan tidak tepat. Apalagi, di tengah kondisi pandemi akibat penyebaran virus Covid-19 yang telah mengakibatkan kesulitan ekonomi di banyak negara, termasuk di Indonesia.

“Anggaran sebesar Rp1.700 triliun untuk sektor pertahanan tersebut tentu akan semakin membebani masyarakat,” ujar perwakilan Koalisi dari PBHI, Julius Ibrani di Jakarta, pekan ini.

Selain PBHI, Koalisi ini terdiri dari Imparsial, ELSAM, HRWG, LBH Pers, ICW, SETARA Institute, LBH Jakarta, ICJR, KontraS, Centra Initiative, Public Virtue Research Institute.

Julius menilai anggaran yang bersumber dari pinjaman luar negeri ini akan membuat utang Indonesia semakin besar. Padahal, kondisi utang luar negeri Indonesia saat ini sudah sangat besar dan memprihatinkan. Koalisi mencatat per Maret 2021 saja, utang luar negeri Indonesia sudah mencapai Rp6.445,07 trilliun. Jika ditambah utang baru sebesar Rp1.700 triliun untuk sektor pertahanan, hal ini akan semakin membebani masyarakat.
“Sikap Kemhan yang menyatakan pembelanjaan alutsista melalui skema utang tidak akan membebani pemerintah (APBN) merupakan sikap yang sesat pikir, berpotensi menimbulkan masalah, serta tidak jelas,” ujar dia seperti dikutip hukumonline.

Untuk itu, pihaknya mendesak Presiden untuk memerintahkan Menteri Pertahanan agar tidak melanjutkan agenda penganggaran sebesar Rp1.700 triliun untuk sektor pertahanan yang dirancang oleh Kemhan yang berasal dari utang luar negeri. Sebab, kebijakan ini akan membebani dan menciderai hati masyarakat yang sedang mengalami kesulitan dan krisis ekonomi akibat pandemi.

Koalisi mengakui upaya modernisasi alutsista merupakan hal penting untuk memperkuat kapasitas pertahanan Indonesia. Namun, upaya peningkatan tersebut perlu dilakukan secara bertahap, mulai dari jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Sejak 2009, pemerintah sebenarnya telah merancang program bertahap tersebut melalui program MEF (Minimum Essential Force). Dalam setiap tahap MEF, pemerintah menganggarkan kurang lebih sebesar Rp150 triliun setiap lima tahun untuk belanja alutsista, dimulai sejak tahun 2009 dan berakhir di 2024.

Dalam skema MEF, pada periode 2009-2014, pemerintah Indonesia telah merancang Rp150 triliun untuk belanja alutsista. Pada periode 2014-2019, pemerintah juga kembali menganggarkan Rp150 triliun untuk program MEF. Seharusnya, untuk periode 2019-2024, pemerintah juga menganggarkan Rp150 triliun untuk melanjutkan program MEF ini,” ujarnya mengingatkan.

“Kemhan tidak perlu membuat jalan baru melalui peningkatan anggaran pertahanan sebesar Rp1.700 triliun hingga tahun 2024 dan semestinya tetap menggunakan skema MEF hingga tahun 2024 sebesar Rp150 triliun,” tuturnya.

Menurut Koalisi, peningkatan anggaran alutsista dan keluar dari skema MEF ini berlebihan, tidak beralasan, sangat kental dimensi politisnya. Patut dicurigai peningkatan anggaran sektor pertahanan ini tidak terlepas dari kepentingan politik kontestasi pemenangan Pemilu 2024 yang membutuhkan biaya politik. Baginya, problem modernisasi alutsista Indonesia selama ini tidak selalu terkait dengan besarnya anggaran.

“Jika mengacu skema MEF, Kemhan sebenarnya sudah memiliki skema anggaran sendiri dalam hal modernisasi alutsista. Hal pokok paling bermasalah dalam modernisasi alutsista adalah masalah transparansi dan akuntabilitas dalam penganggaran di sektor pertahanan yang seringkali berdampak terjadinya skandal korupsi dalam pengadaan alutsista.”

Juru Bicara Menteri Pertahanan RI Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan rencana strategis Kemhan agar Indonesia siap menghadapi segala ancaman. “Indonesia harus memiliki alpalhankam yang efektif dan mutakhir,” kata Dahnil melalui akun Twitternya yang dikutip Antara, Kamis.

Dia mengemukakan, negara harus memiliki tentara yang profesional, patriotik, dan militan baik secara teknis, teknologis maupun organisatoris. “Pertahanan negara mensyaratkan harus memiliki rakyat yang patriotik, militan, dan cinta Tanah Air,” ujarnya.

Lanjut dia, Kemhan berkeinginan agar industri pertahanan dalam negeri bisa mendukung dan bisa melakukan perbaikan, perawatan, dan pemeliharaan alpalhankam yang dimiliki TNI. Ada beberapa ancaman yang dihadapi, antara lain, ancaman aktual terdiri dari ancaman militer (pelanggaran wilayah perbatasan/intervensi asing, separatisme, radikalisme dan teroris), dan ancaman nonmiliter (ancaman siber, spionase, intelijen, perompakan, bencana alam, dan lainnya). (BK/aga)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *