BANDUNG – Produksi vaksin Nusantara buatan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjadi kontroversi dan perdebatan. Di satu sisi, vaksin tersebut didukung para tokoh hingga mantan menteri pun mengajukan diri menjadi relawan uji klinis.
Di sisi lain, vaksin yang disebut telah dikembangkan di Amerika Serikat menuai penolakan karena disebut diproyeksikan menjadi barang eklusif. Terkait vaksin Sinovac maupun Nusantara tidak jauh berbeda karena ada keterkaitan pihak asing.
Anggota DPR RI dari fraksi NasDem, Muhammad Farhan menilai, DPR berencana membuat Pansus membahas ketersediaan vaksin impor. Menurutnya, dinamika vaksin terjadi tidak terjadi pada tataran lembaga, melainkan elit politik.
“Sekarang sedang dibahas wacana pembentukan Pansus vaksin impor. Saya _sendiri tidak anti vaksin impor,_ tapi saya perlu menetapkan posisi : Vaksin dari pemerintah (Sinovac) untuk rakyat, Vaksin Nusantara tidak untuk semua orang.” ujar Farhan dalam keterangan persnya, Senin 19 April 2021.
Bahkan, Farhan menilai, perdebatan Komisi IX DPR dengan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) prihal vaksin Nusantara, karena ada sentimen negatif kepada pemerintah.
“Sentimen negatif ini diwarnai dugaan tentang Mafia Impor Vaksin, walaupun belum ada bukti konkret soal itu. Keberadaan para politisi top Indonesia di RSPAD untuk uji vaksin Nusantara, bisa menjadi indikasi issue ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memutuskan bahwa vaksin Nusantara tak layak mendapatkan izin uji klinis fase II. Alasannya tak main-main, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengungkapkan vaksin tersebut belum memenuhi syarat pengembangan obat maupun vaksin.
Syarat yang dimaksud terdiri atas uji klinis yang baik (good clinical pratical), bukti prinsip (proof of concept), dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice). Salah satu bukti prinsip, yakni antigen yang digunakan dalam pengembangan vaksin Nusantara juga dinilai tak sesuai standar.
Terdapat pula kejanggalan menurut BPOM, seperti perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik. Selain itu BPOM menemukan perbedaan data yang mereka terima dengan paparan saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada Rabu 14 April 2021. Keputusan BPOM membuat pihak-pihak yang mendukung pengembangan vaksin Nusantara berang. Mereka menilai lembaga tersebut tak mendukung terwujudnya kemandirian vaksin Covid-19 dari dalam negeri.
Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengatakan vaksin Nusantara sebagai produk dalam negeri seharusnya mendapatkan perhatian pemerintah seperti disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia harus mengutamakan produknya sendiri.
“Tidak ada muatan politik sedikit pun. Saya berharap kedaulatan dan kemandirian Indonesia dapat terjamin dalam bidang kesehatan dan pengobatan. Saya yakin, momentum COVID-19 bisa menjadi pintu masuk,” katanya. (BK/Amh)