21 Ribu Kasus Pernikahan Usia Dini, Jabar Geber Cewina

BKKBN Jabar

Loading

BANDUNG – Kementerian Agama (Kemenag), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungann Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) akan bersinergi untuk mengatasi permasalahan pernikahan usia dini.

Kepala DP3AKB Jabar Poppy Sophia Bakur mengatakan langkah tersebut juga sejalan dengan instruksi Gubernur (Ingub) Jawa Barat (Jabar), yang menargetkan penurunan angka pernikahan usia anak yang sudah mencapai 21 ribu kasus bisa ditekan hingga menjadi 15 ribu kasus pada tahun 2020.

Poppy menjelaskan jaman sudah modern tetapi pola pikir orangtua ternyatat masih kuno tak pelak persentase pernikahan usia anak di Jabar cukup tinggi mencapai 35 persen.

“Padahal Jabar menjadi satu di antara provinsi paling modern di Indonesia,” katanya.

Agar kasus pernikahan anak usia dini tidak terus bertambah, dibutuhkan perlindungan ekstra dari berbagai pihak.

“Mengatasi masalah ini kami tak bisa bergerak sendiri, maka kami berkolaborasi, berinovasi, dan menghadirkan Gerakan Bersama Cegah Perkawinan Anak (Geber Cewina),” kata Poppy, Sabtu (24/10/2020).

Geber Cewina jelas Poppy, menentang pernikahan usia anak dengan berbagai alasan seperti, kesehatan karena harus melahirkan di usia dini, dan pendidikan yang harus terputus.

Dari segi ekonomi, tambah Poppy, ketika anak menikah di usia dini otomatis kesiapan finansial belum tercukupi sehingga akan berdampak kepada terbentuknya klaster kemiskinan baru.

“Sampai saat ini daerah seperti Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur masih menjadi wilayah penyumbang tertinggi angka pernikahan usia anak,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Jabar, Uung Kusmana menambahkan, pihaknya mengimbau para orang tua menjalankan program 21/25 bagi anak yang hendak menikah.

Program 21/25 menurut Uung, bertujuan untuk meminimalisir berbagai kemungkinan buruk yang terjadi pada anak ketika menikah di usia dini.

“Saya berharap adanya kesadaran dari orang tua akan pentingnya hal tersebut. Karena orang tua yang bisa memberikan pemahaman penting akan risiko jika menikah pada usia dini,” tukasnya. (St)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *